Warung Bebas

Senin, 06 Agustus 2012

BUDIDAYA BURUNG WALET

BUDIDAYA BURUNG WALET
( Collacalia fuciphaga )
1. SEJARAH SINGKAT
Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan
suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan ukuran
tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan runcing,
kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung ini tidak pernah
hinggap di pohon. Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau
rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan
menggunakan langit-langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat
beristirahat dan berbiak.
2. SENTRA PERIKANAN
Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat,
Jawa Timur dan Jawa Tengah
3. JENIS
Klasifikasi burung walet adalah sebagai berikut:
Superorder : Apomorphae
Order : Apodiformes
Family : Apodidae
Sub Family : Apodenae
Tribes : Collacaliini
Genera : Collacalia
Species : Collacaliafuciphaga
4. MANFAAT
Hasil dari peternakan walet ini adalah sarangnya yang terbuat dari air liurnya
(saliva). Sarang walet ini selain mempunyai harga yang tinggi, juga dapat
bermanfaat bagi duni kesehatan. Sarang walet berguna untuk menyembuhkan
paru-paru, panas dalam, melancarkan peredaran darah dan penambah tenaga.
5. PERSYARATAN LOKASI
Persyaratan lingkungan lokasi kandang adalah:
1. Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1000 m dpl.
2. Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh kemajuan teknologi dan
perkembangan masyarakat.
3. Daerah yang jauh dari gangguan burung-burung buas pemakan daging.
4. Persawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau, sungai,
rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1. Suhu, Kelembaban dan Penerangan
Gedung untuk kandang walet harus memiliki suhu, kelembaban
dan penerangan yang mirip dengan gua-gua alami. Suhu gua alami
berkisar antara 24-26 derajat C dan kelembaban ± 80-95 %.
Pengaturan kondisi suhu dan kelembaban dilakukan dengan:
1. Melapisi plafon dengan sekam setebal 2° Cm
2. Membuat saluran-saluran air atau kolam dalam gedung.
3. Menggunakan ventilasi dari pipa bentuk “L” yang
berjaraknya 5 m satu lubang, berdiameter 4 cm.
4. Menutup rapat pintu, jendela dan lubang yang tidak terpakai.
5. Pada lubang keluar masuk diberi penangkal sinar yang
berbentuk corong dari goni atau kain berwarna hitam
sehingga keadaan dalam gedung akan lebih gelap. Suasana
gelap lebih disenangi walet.
2. Bentuk dan Konstruksi Gedung
Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar, luasnya
bervariasi dari 10x15 m 2 sampai 10x20 m 2 . Makin tinggi
wuwungan (bubungan) dan semakin besar jarak antara wuwungan
dan plafon, makin baik rumah walet dan lebih disukai burung walet.
Rumah tidak boleh tertutup oleh pepohonan tinggi. Tembok gedung
dibuat dari dinding berplester sedangkan bagian luar dari campuran
semen. Bagian dalam tembok sebaiknya dibuat dari campuran
pasir, kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1 yang sangat
baik untuk mengendalikan suhu dan kelembaban udara. Untuk
mengurangi bau semen dapat disirami air setiap hari. Kerangka
atap dan sekat tempat melekatnya sarang-sarang dibuat dari kayukayu
yang kuat, tua dan tahan lama, awet, tidak mudah dimakan
rengat. Atapnya terbuat dari genting. Gedung walet perlu dilengkapi
dengan roving room sebagai tempat berputar-putar dan resting
room sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang. Lubang
tempat keluar masuk burung berukuran 20x20 atau 20x35 cm 2
dibuat di bagian atas. Jumlah lubang tergantung pada kebutuhan
dan kondisi gedung. Letaknya lubang jangan menghadap ke timur
dan dinding lubang dicat hitam.
2. Pembibitan
Umumnya para peternak burung walet melakukan dengan tidak sengaja.
Banyaknya burung walet yang mengitari bangunan rumah dimanfaatkan
oleh para peternak tersebut. Untuk memancing burung agar lebih banyak
lagi, pemilik rumah menyiapkan tape recorder yang berisi rekaman suara
burung Walet. Ada juga yang melakukan penumpukan jerami yang
menghasilkan serangga-serangga kecil sebagai bahan makanan burung
walet.
1. Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Sebagai induk walet dipilih burung sriti yang diusahakan agar mau
bersarang di dalam gedung baru. Cara untuk memancing burung
sriti agar masuk dalam gedung baru tersebut dengan
menggunakan kaset rekaman dari wuara walet atau sriti.
Pemutaran ini dilakukan pada jam 16.00–18.00, yaitu waktu burung
kembali mencari makan.
2. Perawatan Bibit dan Calon Induk
Di dalam usaha budidaya walet, perlu disiapkan telur walet untuk
ditetaskan pada sarang burung sriti. Telur dapat diperoleh dari
pemilik gedung walet yang sedang melakukan “panen cara buang
telur”. Panen ini dilaksanakan setelah burung walet membuat
sarang dan bertelur dua butir. Telur walet diambil dan dibuang
kemudian sarangnya diambil. Telur yang dibuang dalam panen ini
dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak populasi burung walet
dengan menetaskannya di dalam sarang sriti.
1. Memilih Telur Walet
Telur yang dipanen terdiri dari 3 macam warna, yaitu :
􀂃 Merah muda, telur yang baru keluar dari kloaka induk
berumur 0–5 hari.
􀂃 Putih kemerahan, berumur 6–10 hari.
􀂃 Putih pekat kehitaman, mendekati waktu menetas
berumur 10–15 hari.
Telur walet berbentuk bulat panjang, ukuran
2,014x1,353 cm dengan berat 1,97 gram. Ciri telur
yang baik harus kelihatan segar dan tidak boleh
menginap kecuali dalam mesin tetas. Telur tetas yang
baik mempunyai
kantung udara yang relatif kecil. Stabil dan tidak
bergeser dari tempatnya. Letak kuning telur harus
ada ditengah dan tidak bergerak-gerak, tidak
ditemukan bintik darah. Penentuan kualitas telur di
atas dilakukan dengan peneropongan.
2. Membawa Telur Walet
Telur yang didapat dari tempat yang jaraknya dekat dapat
berupa telur yang masih muda atau setengah tua.
Sedangkan telur dari jarak jauh, sebaiknya berupa telur yang
sudah mendekati menetas. Telur disusun dalam spon yang
berlubang dengan diameter 1 cm. Spon dimasukkan ke
dalam keranjang plastik berlubang kemudian ditutup.
Guncangan kendaraan dan AC yang terlalu dingin dapat
mengakibatkan telur mati. Telur muda memiliki angka
kematian hampir 80% sedangkan telur tua lebih rendah.
3. Penetasan Telur Walet
1. Cara menetaskan telur walet pada sarang sriti.
Pada saat musim bertelur burung sriti tiba, telur sriti diganti
dengan telur walet. Pengambilan telur harus dengan sendok
plastik atau kertas tisue untuk menghindari kerusakan dan
pencemaran telur yang dapat menyebabkan burung sriti
tidak mau mengeraminya. Penggantian telur dilakukan pada
siang hari saat burung sriti keluar gedung mencari makan.
Selanjutnya telur-telur walet tersebut akan dierami oleh
burung sriti dan setelah menetas akan diasuh sampai
burung walet dapat terbang serta mencari makan.
2. Menetaskan telur walet pada mesin penetas
Suhu mesin penetas sekitar 40 ° C dengan kelembaban
70%. Untuk memperoleh kelembaban tersebut dilakukan
dengan menempatkan piring atau cawan berisi air di bagian
bawah rak telur. Diusahakan agar air didalam cawan
tersebut tidak habis. Telur-telur dimasukan ke dalam rak
telur secara merata atau mendata dan jangan tumpang
tindih. Dua kali sehari posisi telur-telur dibalik dengan hatihati
untuk menghindari kerusakan embrio. Di hari ketiga
dilakukan peneropongan telur. Telur-telur yang kosong dan
yang embrionya mati dibuang. Embrio mati tandanya dapat
terlihat pada bagian tengah telur terdapat lingkaran darah
yang gelap. Sedangkan telur yang embrionya hidup akan
terlihat seperti sarang laba-laba. Pembalikan telur dilakukan
sampai hari ke-12. Selama penetasan mesin tidak boleh
dibuka kecuali untuk keperluan pembalikan atau mengisi
cawan pengatur kelembaban. Setelah 13–15
hari telur akan menetas.
3. Pemeliharaan
1. Perawatan Ternak
Anak burung walet yang baru menetas tidak berbulu dan sangat
lemah. Anak walet yang belum mampu makan sendir perlu disuapi
dengan telur semut (kroto segar) tiga kali sehari. Selama 2–3 hari
anak walet ini masih memerlukan pemanasan yang stabil dan
intensif sehingga tidak perlu dikeluarkan dari mesin tetas. Setelah
itu, temperatur boleh diturunkan 1–2 derajat/hari dengan cara
membuka lubang udara mesin. Setelah berumur ± 10 hari saat
bulu-bulu sudah tumbuh anak walet dipindahkan ke dalam kotak
khusus. Kotak ini dilengkapi dengan alat pemanas yang diletakan
ditengah atau pojok kotak. Setelah berumur 43 hari, anak-anak
walet yang sudah siap terbang dibawa ke gedung pada malam hari,
kemudian dletakan dalam rak untuk pelepasan. Tinggi rak minimal
2 m dari lantai. Dengan ketinggian ini, anak waket akan dapat
terbang pada keesokan harinya dan mengikuti cara terbang walet
dewasa.
2. Sumber Pakan
Burung walet merupakan burung liar yang mencari makan sendiri.
Makanannya adalah serangga-serangga kecil yang ada di daerah
pesawahan, tanah terbuka, hutan dan pantai/perairan. Untuk
mendapatkan sarang walet yang memuaskan, pengelola rumah
walet harus menyediakan makanan tambahan terutama untuk
musim kemarau. Beberapa cara untuk mengasilkan serangga
adalah:
1. menanam tanaman dengan tumpang sari.
2. budidaya serangga yaitu kutu gaplek dan nyamuk.
3. membuat kolam dipekarangan rumah walet.
4. menumpuk buah-buah busuk di pekarangan rumah.
3. Pemeliharaan Kandang
Apabila gedung sudah lama dihuni oleh walet, kotoran yang
menumpuk di lantai harus dibersihkan. Kotoran ini tidak dibuang
tetapi dimasukan dalam karung dan disimpan di gedung.
7. HAMA DAN PENYAKIT
1. Tikus
Hama ini memakan telur, anak burung walet bahkan sarangnya. Tikus
mendatangkan suara gaduh dan kotoran serta air kencingnya dapat
menyebabkan suhu yang tidak nyaman.
Cara pencegahan tikus dengan menutup semua lubang, tidak menimbun
barang bekas dan kayu-kayu yang akan digunakan untuk sarang tikus.
2. Semut
Semut api dan semut gatal memakan anak walet dan mengganggu
burung walet yang sedang bertelur.
Cara pemberantasan dengan memberi umpan agar semut-semut yang
ada di luar sarang mengerumuninya. Setelah itu semut disiram dengan air
panas.
3. Kecoa
Binatang ini memakan sarang burung sehingga tubuhnya cacat, kecil dan
tidak sempurna.
Cara pemberantasan dengan menyemprot insektisida, menjaga
kebersihan dan membuang barang yang tidak diperlukan dibuang agar
tidak menjadi tempat persembunyian.
4. Cicak dan Tokek
Binatang ini memakan telur dan sarang walet. Tokek dapat memakan
anak burung walet. Kotorannya dapat mencemari raungan dan suhu yang
ditimbulkan mengganggu ketenangan burung walet.
Cara pemberantasan dengan diusir, ditangkap sedangkan
penanggulangan dengan membuat saluran air di sekitar pagar untuk
penghalang, tembok bagian luar dibuat licin dan dicat dan lubang-lubang
yang tidak digunakan ditutup.
8. PANEN
Sarang burung walet dapat diambil atau dipanen apabila keadaannya sudah
memungkinkan untuk dipetik. Untuk melakukan pemetikan perlu cara dan
ketentuan tertentu agar hasil yang diperoleh bisa memenuhi mutu sarang walet
yang baik. Jika terjadi kesalahan dalam menanen akan berakibat fatal bagi
gedung dan burung walet itu sendiri. Ada kemungkinan burung walet merasa
tergangggu dan pindah tempat. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, para
pemilik gedung perlu mengetahui teknik atau pola dan waktu pemanenan. Pola
panen sarang burung dapat dilakukan oleh pengelola gedung walet dengan
beberapa cara, yaitu:
1. Panen rampasan
Cara ini dilaksanakan setelah sarang siap dipakai untuk bertelur, tetapi
pasangan walet itu belum sempat bertelur. Cara ini mempunyai
keuntungan yaitu jarak waktu panen cepat, kualitas sarang burung bagus
dan total produksi sarang burung pertahun lebih banyak. Kelemahan cara
ini tidak baik dalam pelestaraian burung walrt karena tidak ada
peremajaan. Kondisinya lemah karena dipicu untuk terus menerus
membuat sarang sehingga tidak ada waktu istirahat. Kualitas sarangnya
pun merosot menjadi kecil dan tipis karena produksi air liur tidak mampu
mengimbangi pemacuan waktu untuk membuat sarang dan bertelur.
2. Panen Buang Telur
Cara ini dilaksanankan setelah burung membuat sarang dan bertelur dua
butir. Telur diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Pola ini
mempunyai keuntungan yaitu dalam setahun dapat dilakukan panen
hingga 4 kali dan mutu sarang yang dihasilkan pun baik karena sempurna
dan tebal. Adapun kelemahannya yakni, tidak ada kesempatan bagi walet
untuk menetaskan telurnya.
3. Panen Penetasan
Pada pola ini sarang dapat dipanen ketika anak-anak walet menetas dan
sudah bisa terbang. Kelemahan pola ini, mutu sarang rendah karena
sudah mulai rusak dan dicemari oleh kotorannya. Sedangkan
keuntungannya adalah burung walet dapat berkembang biak dengan
tenang dan aman sehingga polulasi burung dapat meningkat.
Adapun waktu panen adalah:
1. Panen 4 kali setahun
Panen ini dilakukan apabila walet sudah kerasan dengan rumah yang
dihuni dan telah padat populasinya. Cara yang dipakai yaitu panen
pertama dilakukan dengan pola panen rampasan. Sedangkan untuk
panen selanjutnya dengan pola buang telur.
2. Panen 3 kali setahun
Frekuensi panen ini sangat baik untuk gedung walet yang sudah berjalan
dan masih memerlukan penambahan populasi. Cara yang dipakai yaitu,
panen tetasan untuk panen pertama dan selanjutnya dengan pola
rampasan dan buang telur.
3. Panen 2 kali setahun
Cara panen ini dilakukan pada awal pengelolaan, karena tujuannya untuk
memperbanyak populasi burung walet.
9. PASCAPANEN
Setelah hasil panen walet dikumpulkan dalu dilakukan pembersihan dan
penyortiran dari hasil yang didapat. Hasil panen dibersihkan dari kotoran-kotoran
yang menempel yang kemudian dilakukan pemisahan antara sarang walet yang
bersih dengan yang kotor.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya burung walet di daerah Jawa Barat tahun
1999:
1. Modal tetap
1. Gedung Rp. 13.000.000,-
2. Renovasi gedung Rp. 10.000.000,-
3. Perlengkapan Rp. 500.000,-
Jumlah modal tetap Rp. 23.500.000,-
Biaya penyusutan/bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bln ( 5 th) Rp.
391.667,-
2. Modal Kerja
1. Biaya Pengadaan
􀂃 Telur Walet 500 butir @ Rp. 5.000,- Rp. 500.000,-
􀂃 Transportasi Rp. 100.000,-
􀂃 Makan Rp. 50.000,-
2. Biaya Kerja
􀂃 Pelihara kandang/bln@ Rp. 5000,- x 3 bln Rp.
15.000,-
􀂃 Panen Rp. 20.000,-
Jumlah biaya 1x produksi:Rp. 650.000,-+Rp. 35.000,-
Rp. 685.000,-
3. Jumlah modal yang dibutuhkan pada awal Produksi
1. Modal tetap Rp. 13.500.000,-
2. Modal kerja 1x Produksi Rp. 685.000,-
Jumlah modal Rp. 14.185.000,-
4. Kapasitas produksi untuk 5 tahun 1 kali produksi :
1. sarang burung walet menghasilkan 1 kg
2. sarang burung sriti menghasilkan 15 kg
3. untuk 1 tahun, 4 kali produksi, menghasilkan :
􀂃 sarang burung walet 4 kg
􀂃 sarang burung sriti 60 kg
4. untuk 5 tahun, 20 kali produksi, menghasilkan :
􀂃 sarang burung walet 20 kg
􀂃 sarang burung sriti 300 kg
5. Biaya produksi
1. Biaya tetap per bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bulan Rp.
391.667,-
2. Biaya tidak tetap Rp. 685.000,-
Total Biaya Produksi per bulan Rp. 1.076.667,-
Jumlah produksiRp.1.076.667:16 kg (walet dan sriti) Rp.
67.292,-
6. Penjualan
1. sarang burung walet 1 kg Rp. 17.000.000,-
2. sarang burung sriti 15 kg Rp. 3.000.000,-
Untuk 1 kali produksi Rp. 20.000.000,-Untuk 5 tahun
1. sarang burung walet 20 kg Rp. 340.000.000,-
2. sarang burung sriti 300 kg Rp. 60.000.000,-
Jumlah penjualan Rp. 400.000.000,-
7. Break Even Point
1. Pendapatan selama 5 Tahun Rp. 400.000.000,-
2. Biaya produksi selama 5 th Rp. 1.076.667 x 60 bln Rp.
64.600.000,-
3. Keuntungan selama 5 tahun Rp. 335.400.000,-
4. Keuntungan bersih per produksi 335.400.000 : 60 bln Rp.
5.590.000,-
5. .BEP 232.919
8. Tingkat Pengembalian Modal 3 bulan (1 x produksi)
2. Gambaran Peluang Agribisnis
Sarang burung walet merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi.
Kebutuhan akan sarang burung walet di pasar internasional sangat besar
dan masih kekurangan persediaan. Hal ini disebabkan oleh masih kurang
banyaknya budidaya burung walet. Selain itu juga produksi sarang walet
yang telah ada merupakan produksi dari sarang-sarang alami. Budidaya
sarang burung walet sangat menjanjikan bila dikelola dengan baik dan
intensif.
11. DAFTAR PUSTAKA
1. Chantler, P. & G. Driessens. Swift : A guide to the Swift an Treeswift of the
World. Pica Press, the Banks. East Sussex, 1995.
2. Mackinnon, John. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di
Jawa dan Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994.
3. Nazaruddin & A. Widodo. Sukses Merumahkan Walet. Cet. 2. Jakarta:
Penebar Swadaya, 1998.
4. Tim Penulis PS. Budidaya dan Bisnis Sarang Walet. Cet. 4. Jakarta:
Penebar Swadaya, 1994.
12. KONTAK HUBUNGAN
1. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
2. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang
Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl.
M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69,
Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

0 komentar em “BUDIDAYA BURUNG WALET”

Posting Komentar

 

Apick_Aw0x'z Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger