Warung Bebas

Kamis, 02 Agustus 2012

CARA BUDIDAYA PUYUH

PELAKSANAAN KEGIATAN PENATAAN
Prinsip pelaksanaan kegiatan penataan budidaya puyuh adalah menata dan
menempatkan kegiatan budidaya pada suatu kawasan secara menyeluruh
baik budidaya pada sentra produksi dan non produksi seperti pemeliharaan
puyuh di sekitar pemukiman (backyard farming). Selain penataan pada aspek
budidaya (on farm), juga dilakukan surveilans secara terprogram serta
pengawasan lalu lintas bahan pakan, pakan unggas hidup dan produk unggas
keluar masuk wilayah kegiatan.
8
Dinas peternakan atau Dinas/instansi yang membidangi fungsi peternakan
dan kesehatan hewan selanjutnya dapat mengajukan kawasan tersebut untuk
dilakukan audit oleh Tim Auditor Direktorat Jenderal Peternakan. Untuk
kawasan yang memenuhi persyaratan penataan dan telah dinyatakan bebas
berdasarkan hasil audit dan surveilans, maka akan diberikan surat
keterangan bebas AI oleh Direktorat Jenderal Peternakan.
Pada tahap awal, fokus kegiatan penataan budi daya puyuh yang berada di
kawasan, agar usaha budi daya memenuhi prinsip tata cara budidaya puyuh
yang baik atau Good Farming Practice (GFP). Usaha budidaya yang
merupakan budidaya integrasi antara subsistem on farm, hilir dan hulu (usaha
pembibitan).
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini Dinas Peternakan atau dinas/instansi yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan hewan Kabupaten/Kota perlu
membentuk tim teknis yang bertugas untuk melakukan hal sebagai
berikut :
1) Sosialisasi
Sosialisasi secara bertahap dilakukan dengan melibatkan seluruh
stakeholder serta pemerintah daerah setempat dengan materi
sosialisasi antara lain :
a. Kegiatan penataan budidaya puyuh
b. Tata Cara Budidaya burung Puyuh Yang Baik (Good Farming
Practice/GFP)
c. Pengendalian dan pemberantasan penyakit AI dan penyakit
unggas lainnya.
d. Peraturan perundang-undangan terkait lainnya
e. Manfaat dilakukannya kegiatan penataan budidaya puyuh bagi
para peternak yang berada di wilayah kawasan penataan.
2) Penyiapan Kawasan
Setelah sosialisasi dilakukan, selanjutnya Tim Teknis melaksanakan
tugas sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi dan seleksi wilayah/kawasan sebagai
lokasi kegiatan penataan budidaya puyuh dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a) Menentukan wilayah untuk ditetapkan sebagai kawasan
dengan dasar unit epidemiologik mempunyai batas alam.
b) Kawasan ditetapkan sebagai sentra pengembangan budi
daya puyuh dengan mempertimbangkan Rencana Umum
Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang
9
(RDTR) atas dasar potensi ketersediaan bahan pakan
lokal.
c) Mengidentifikasi usaha budidaya puyuh, backyard dan
menetapkan data dan informasi yang lengkap mengenai
profil peternak puyuh.
b. Mengajukan/rekomendasi kawasan yang ditetapkan sebagai
lokasi kegiatan penataan budidaya puyuh.
c. Dinas melakukan koordinasi dengan perusahaan yang ada di
wilayah budidaya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat
melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) atau
program perusahaan lainnya.
d. Kepala Dinas menetapkan kawasan tersebut sebagai lokasi
kegiatan penataan usaha budidaya puyuh.
3) Penyiapan Kelompok
Setelah dilakukan penetapan wilayah kegiatan penataan, selanjutnya
tim teknis mempunyai tugas untuk :
a. Melakukan inventarisasi dan identifikasi kelompok peternak
puyuh calon penerima dana tugas pembantuan/bansos.
b. Melakukan seleksi kelompok peternak puyuh dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
(a) kelompok adalah kelompoktani peternak puyuh yang sudah
berpengalaman di bidang budidaya dan memiliki
kelembagaan yang kuat;
(b) kelompok diprioritaskan pada kelompok peternak puyuh
yang telah melaksanakan kerjasama antara kelompok
ternak atau memiliki jaringan dari hulu ke hilir sehingga
keberlanjutan terjamin.
(c) kelompok diprioritaskan pada kelompok puyuh yang
memiliki nilai proposal yang tinggi (penilaian berdasarkan
rekomendasi tim teknis, yang kesesuaian proposal yang
diusulkan dengan tujuan kegiatan);
(d) Kelompok bersedia melakukan usahanya secara terpadu,
sehingga keterkaitan kegiatan dari pada aspek hulu kokoh.
(e) Kelompok bersedia menjadi kelompok inti dalam membina
kelompok lain untuk mendukung pengembangan usaha
budidaya puyuh di wilayah penataan.
10
c. Mengajukan kelompok peternak puyuh untuk ditetapkan sebagai
kelompok peternak kegiatan penataan budidaya puyuh.
Selanjutnya Kepala Dinas menetapkan kelompok peternak penerima
tugas pembantuan melalui Surat Keputusan.
2. Tata Cara Permohonan
Tata cara permohonan penataan budidaya puyuh diatur sebagai berikut :
(1) Kepala Dinas Peternakan mengajukan permohonan secara tertulis
yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan untuk dilakukan penilaian;
(2) Berdasarkan permohonan tersebut Direktur Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan menugaskan Tim Penilai untuk melakukan
pengecekan terhadap dipenuhinya persyaratan permohonan;
(3) Apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi, maka dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah dipenuhinya
persyaratan permohonan, Tim Penilai sudah harus mulai
melakukan penilaian terhadap lokasi penataan budidaya puyuh;
(4) Apabila persyaratan yang diajukan oleh pemohon, ternyata tidak
memenuhi persyartan, maka dalam jangka waktu selambatlambatnya
7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan,
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
menginformasikan kepada pemohon untuk segera melengkapi
kekurangan persyaratan yang ditentukan;
(5) Apabila dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja
sejak disampaikannya informasi kelengkapan tidak dipenuhi, maka
permohonan penilaian dianggap ditarik kembali.
3. Tahap Pelaksanaan
Dinas Peternakan atau dinas/instansi yang membidangi fungsi
peternakan atau kesehatan hewan bersama-sama dengan instansi
terkait lainnya melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Penataan
Penataan budidaya puyuh pada tahap awal mengacu kepada
RUTR dan RDTR.
Pada tahap awal kelompok budidaya yang difasilitasi melalui dana
tugas pembantuan diarahkan untuk dilakukan penataan budidaya
meliputi penerapan Good Farming Fractice (GFP). Untuk
mendukung terlaksananya kegiatan penataan budidaya puyuh
11
tersebut pemerintah melalui dana konsentrasi/dekonsentrasi dapat
mengalokasikan anggaran penataan usaha budi daya puyuh yang
masuk kedalam Mata Anggaran Kegiatan (MAK) bantuan Sosial.
Anggaran tersebut dapat dimanfaatkan kelompok peternak untuk
pengembangan usaha peternakan budidaya puyuh.
Dengan demikian anggaran yang tersedia dapat dimanfaatkan
untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Pembuatan kandang/perbaikan kandang
b. Pengadaan ternak bibit
c. Bantuan pakan ternak
d. Pengadaan obat-obatan
e. Pembelian peralatan biosekuriti, peralatan kandang
f. Pengembangan kelembagaan kelompok peternak
g. Pengembangan SDM peternak
h. Fasilitasi advokasi/pembinaan dari tenaga ahli
i. Sarana pendukung lainnya yang diperlukan, seperti mesin
tetas dan timbangan dsb.
Kandang puyuh puyuh jantan dan puyuh betina
2) Pendampingan
Pada saat dilakukan penataan, terutama hal yang terkait dengan
pemanfaatan dana fasilitasi dari Pemerintah, Dinas Peternakan
atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan perlu melakukan pendampingan. Pendampingan dilakukan
agar kelompok dapat memanfaatkan dana kegiatan penataan
secara efisien dan kegiatan dilakukan sesuai pedoman.
3) Biosekuriti
Biosekuriti merupakan upaya untuk melindungi puyuh dari infeksi
penyakit dengan menerapkan sanitasi dan usaha pencegahan
lainnya. Tindakan biosekuriti dilakukan mengacu pada GFP.
IV. PEMBIAYAAN.
Kegiatan penataan budidaya puyuh ini dapat dibiayai melalui berbagai
dukungan sumber pembiayaan, baik dari pemerintah, swasta dan
masyarakat. Adapun pembiayaan yang bersumber dari pemerintah dapat
berasal dari :
12
1. APBN (dana konsentrasi, dekonsentrasi, dan anggaran Tugas
Pembantuan/TP) melalui bermacam kegiatan diantaranya LM3, SMD.
2. APBD ( Provinsi, Kabupaten/Kota),
3. Dana Masyarakat
Penataan budidaya puyuh secara teknis operasional merupakan tanggung
jawab bersama semua stakeholder terkait, baik pusat maupun daerah.
Program penataan sangat tergantung kepada sejauh mana komitmen
pemerintah dan masyarakat di daerah dalam mendukung program ini yang
dituangkan dalam bentuk kebijakan dan alokasi dana APBD.
Agar kegiatan penataan budidaya puyuh dapat berjalan baik, maka harus
tersedia peraturan tentang mekanisme penataan, juga diperlukan
pendanaan yang memadai untuk melakukan proses penataan. Untuk
mempercepat terlaksananya proses penataan, diperlukan adanya
koordinasi dan sinkronisasi semua pihak terkait, termasuk pemanfaatan
dana sehingga terjadi sinergi secara maksimal.
V. PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN.
Untuk mendukung kegiatan penataan budidaya puyuh dibutuhkan peran
kelermbagaan sebagai berikut :
1. Mendorong dan membimbing para peternak yang semula berusaha
sendiri (usaha rumah tangga) agar mampu bekerjasama dibidang
ekonomi secara berkelompok. Usaha tetap dijalankan di masingmasing
keluarga, sedangkan aspek yang dikerjasamakan dalam
kelompok.
2. Menumbuhkan gabungan kelompok yang usahanya sejenis atau
sering juga disebut sebagai asosiasi, misalnya peternak ayam atau
puyuh dan sebagainya.
3. Kelembagaan lain yang akan terus didorong perkembangannya
adalah kelembagaan yang akan meningkatkan peran serta
peternak rakyat menjadi gabungan kelompok peternak, gabungan
para peternak mandiri, asosiasi peternak puyuh atau koperasi serta
kelembagaan berbadan hukum lainnya.
Pemberdayaan kelembagaan ini dapat dilakukan oleh Pemerintah
bersama-sama dengan daerah dan masyarakat dalam bentuk :
a. Peningkatan pemahaman dan keterampilan melalui :
(a) Usaha peternakan komoditi lain selain puyuh (ayam, itik,
kelinci, sapi, domba)
(b) Keterampilan sederhana bagi masyarakat untuk
peningkatan pendapatan
(c) Manajemen kesehatan puyuh
13
(d) Pembuatan proposal kredit perbankan
(e) Manajemen pengelolaan kelompok peternak
(f) Pengamatan dan pelaporan penyakit
b. Penyerapan tenaga kerja dari masyarakat sekitar pada usaha
pembibitan/budidaya puyuh di wilayah penataan.
c. Mengikutsertakan anggota kelompok pada kegiatan
pembuatan pupuk dari kotoran puyuh.
d. Pelayanan peternakan, pelayanan kesehatan hewan dan
bimbingan teknis pada masyarakat sekitar.
VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN
1. Pembinaan
Pembinaan dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat (Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan), Dinas Peternakan
atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Disamping itu pembinaan juga dapat dilakukan oleh lembaga non
pemerintah seperti swasta dan masyarakat.
2. Pengawasan.
Pengawasan kegiatan penataan budidaya puyuh terdiri dari
pengawasan internal, pengawasan eksternal dan pengawasan
partisipatif, yaitu :
(1) Pengawasan internal dilaksanakan oleh Dinas Peternakan
kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan Kabupaten/Kota secara
berkala paling kurang 3 (tiga) bulan sekali pada titik kritis
dengan cara memantau perkandangan, biosekuriti dan
vaksinasi untuk dilakukan sebagaimana mestinya.
(2) Pengawasan eksternal dilaksanakan oleh Dinas Peternakan
Provinsi setempat secara berkala paling kurang 6 (enam)
bulan sekali, oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan
kesehatan Hewan paling kurang 1 (satu) tahun sekali atau
sewaktu-waktu apabila diperlukan. Pengawasan ini dilakukan
baik melalui bimbingan langsung maupun pengawasan
terhadap perkandangan, biosekuriti dan vaksinasi.
(3) Pengawasan partisipatif dilaksanakan oleh masyarakat,
terhadap lalu lintas puyuh dari dan ke wilayah yang telah
dilakukan penataan, dan penerapan Good Farming Practice
(GFP) puyuh.
14
3 Pelaporan
Untuk memudahkan evaluasi kegiatan penataan budidaya puyuh
diperlukan data dan informasi yang diperoleh melalui pelaporan,
dengan ketentuan sebagai berikut :
(1) Setiap pelaku usaha peternakan puyuh harus membuat
laporan tertulis secara berkala paling kurang 3 (tiga) bulan
sekali kepada Dinas Peternakan kabupaten/Kota dengan
tembusan kepada Dinas Peternakan Provinsi dan Direktorat
Budidaya Ternak .
(2) Selain pelaporan tersebut diatas, setiap pelaku usaha
perunggasan harus melaporkan setiap kejadian penyakit yang
diduga Avian Influenza (AI) yang bersifat darurat kepada
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
tembusannya kepada Dinas Peternakan Provinsi dan Dinas
Peternakan Kabupaten/Kota.
VII. PENUTUP
Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila
terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK

CARA BUDIDAYA JAMUR TIRAM

CARA BUDIDAYA JAMUR TIRAM dalam postingan kali sebagai tema pembahasan kali ini

Jamur tiram atau dalam bahasa latin disebut Pleurotus sp. Merupakan salah
satu jamur konsumsi yang bernilai tingi. Beberapa jenis jamur tiram yang biasa
dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia yaitu jamur tiram putih (P.ostreatus), jamur
tiram merah muda P.flabellatus), jamur tiram abu-abu (P. sajor caju), dan jamur tiram
abalone (P.cystidiosus). Pada dasarnya semua jenis jamur ini memiliki karateristik
yang hampir sama terutama dari segi morfologi, tetapi secara kasar, warna tubuh buah
dapat dibedakan antara jenis yang satu dengan dengan yang lain terutama dalam
keadaan segar.
Di alam liar, jamur tiram merupakan tumbuhan saprofit yang hidup dikayukayu
lunak dan memperoleh bahan makanan dengan memanfaatkan sisa-sisa bahan
organik. Jamur tiram termasuk termasuk tumbuhan yang tidak berklorofil (tidak
memliliki zat hijau daun) sehingga tidak bisamebgolah bajan makanan sendiri. Untuk
memenuhi kebutuhan hidup, jamur tiram sangat tergantung pasa bahan oranik yang
diserap untuk keperluan pertumbuhan dan perkembangan. Nutrisi utama yang
dibutuhkan jamur tiram adalah sumber karbon yang dapat disediakan melalui berbagai
sumber seperti sebuk kayu gergajian dan berbagai limbah organik lain.
Pertumbuhan jamur tiram sangat tergantung pada faktor fisik seperti suhu,
kelembaban, cahaya, pH media tanam, dan aerasi, udara jamur tiram dapat
menghasilkan tubuh buah secara optimum pada rentang suhu 26-28 °C, sedangkan
pertumbuhan miselium pada suhu 28-30° C, kelembaban udara 80-90% dan pH media
tanam yang agak masam antara 5-6. Aerasi merupakan hal penting bagi pertukaran
udara lingkungan tumbuh jamur yaitu engab mempertahankan perdediaan Oksigen
(O2) dan membuang karbon dioksida (CO2), cahaya matahariyang dibutuhkan untuk
pertumbuhan jamur sangat sedikit berkisar antara 50-300 lux atau masih terbacanya
huruf dikoran dalam jarak sedepa.
Beberapa jenis jamur yang telah dikenal petani Indonesia seperti Jamur
merang, jamur kuping, jamur shitake, jamur tiram, jamur merang dan jamur lingzhi
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi untuk dikembangnkan karena cara budidaya
relatif mudah,tidak memerlukan lahan yang luas, prospeknya menjanjikan. Sebagai
Sebagai bahan pangan jamur menjadi salah satu sumber protein seperti thiamine
2
(vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), niasin, biotin dan vitmin C serta mineral.
Sebagai bahan fungsional jamur mengandung bahan aktif yang terdiri dari senyawa
polisakarida (glikan), triterpen, nukleotida, monitol, alkoloid dan lain-lain yang
bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Menurut Crisan dan Sands (1978) rata-rata
kandungan protein (% berat kering) dari jamur kuping adalah 4-9%, jamur kancing
24-44%, jamur shitake 10-17%, jamur tiram 10-30%, jamur merang 21-30%. Daya
cerna tubuh terhadap protein yang dikandung jamur pun sangat tinggi berkisar antara
71-90%.
Selain mengandung kandungan senyawa yang penting bagi tubuh jamur juga
telah memerankan peranan penting dalam upaya pengobatan masyarakat sejak
berabad-abad yang lampau. Seorang ahli fisika dari dinasti Ming, Wu Shui, dalam
abad ke-15 telah melaporkan manfaat obat dari jamur shitake. Dilaporkan bahwa
jamur ini dapat meningkatkan fitalitas dan energi, meningkatkan seksualitas dan
mencegah penuaan (Jones, 1990). Akhir-akhir ini produk kesehatan dari ekstrak jamur
lingzhi murni dalam bentu tablet maupun kapsul dengan nama Reishi di Amerika dan
Daxen di Malaysia dan Indonesia telah menjadi primadona yang dapat
menyembuhkan banyak penyakit terutama kanker dan penyakit gula. Secara umum
manfaat jamur Bagi pengobatan dan penyembuhan.
Berdasarkan media tumbuhnya jamur dapat dapat dikatagorikan menjadi jamur
dengan media kayu (tubuh kayu) dan jamur dengan media campuran. Untuk jamur
merang banyak berkembang didaerah dataran rendah teruatama di daerah persawahan.
Pada saat ini Kabupate Kerawang, Jawa Barat dikenal sebagai sentra jamur merang.
Sedangkan jamur dengan media yang berasal dari serbuk kayu antara lain jamur
kuping, jamur tiram putih, jaur tiram abu-abu, jamur shitake. Jamur jenis ini banyak
dikembangkan didaerah dataran tinggi seperti propinsi Jawa Barat (Kabuapten
Bandung, Garut, dan Bogor), Propinsi Jawa Tengah (Kabupaten Wonosobo,
Kab.Magelang, Kab. Solo), Propinsi DIY (Kabupaten Sleman), Propinsi Bali (Kab.
Badung) dan Propinsi Jawa Timur (Kota Batu).
Kondisi disetiap lokasi sangat berbeda tergantng kebiasaan petani setempat.
Namun demikian yang paling penting adalah diperlukannya penguasaan teknik dan
metde produksi terutama dalam pengaturan iklim mikro di dalam rumah jamur
(kubung).
3
Tabel 1. Manfaat jamur Bagi pengobatan dan penyembuhan.
Kegunaan
Vv Ab Po Le Ap Gl
1. Anti bakteri √ √
2. Anti implamantol √
3. Anti oksidan √
4. Anti tumor √ √ √
5. Anti virus √ √ √
6. Menormalkan tekanan darah √ √ √
7. Meningkatkan kerja jantung √ √
8. Menurunkan kolestrol darah √ √ √ √ √
9. Menormalkan kadar gula √ √ √
10. Meningkatkan kekebalan tubuh √ √ √
11. eningkatkan kerja ginjal √ √ √
12. Meningkatkan kerja hati √ √ √
13. Meningkatkan kerja sistem syaraf √ √
14. Meningkatkan potensial seksual √
15. Meningkatkan kerja paru-paru √
16. Mengurangi stres √ √
17. Mengurangi pengapuran √
Sumber : Paul Stamets, 1999, Chang dan Miles, 1978.
Keterangan :
Vv : Jamur merang (Volvariella volvaceae)
Le : Jamur shitake (Lentinula edodes)
Ab : Jamur kancing (Agaricus bisporus dan A.bitorquis)
Ap : Jamur kuping (Auricularia polytricha)
Po : Jamur tiram (Pleourotus ostreatus var florida)
Gl : Jamur lin zhi (Ganoderma lucidum)
4
II. SYARAT TUMBUH
Syarat lingkungan yang dibutuhkan pertumbuhan dan perkembangan jamur
tiram antara lain ;
1. Air
 Kandungan air dalam substrak berkisar 60-65%
 Apabila kondisi kering maka pertumbuhan akan terganggu atau berhenti begitu
pula sebaliknya apabila kadar air terlalu tinggi maka miselium akan membusuk
dan mati
 Penyemprotan air dalam ruangan dapat dilakukan untuk mengatur suhu dan
kelembaban.
2. Suhu
 Suhu inkubasi atau saat jamur tiram membentuk miselium dipertahankan antara
60-70%
 Suhu pada pembentukan tubuh buah berkisar antara 16 – 22 º C
3. Kelembaban
 Kelembaban udara selama masa pertumbuhan miselium dipertahankan antara 60-
70%
 Kelembaban udara pada pertumbuhan tubuh buah dipertahankan antara 80-90%
4. Cahaya
 Pertumbuhan jamur sangat peka terhadap cahaya matahari secara langsung
 Cahaya yidak langsung (cahaya pantul biasa ± 50-15000 lux) bermanfaat dalam
perangsangan awal terbentuknya tubuh buah.
 Pada pertumbuhan miselium tidak diperlukan cahaya
 Intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Namur sekitar 200 lux
(10%)
5. Aerasi
Dua komponen penting dala udara yang berpengaruh pada pertumbuhan jamur
yaitu oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2). Oksigen merupakan unsur penting
dalam respirasi sel. Sumber energi dalam sel dioksida menjadi karbondioksida.
Konsentrasi karbondioksida (CO2) yang terelalu banyak dalam kumbung
menyebabkan pertumbuhan jamur tidak normal. Di dalam kumbung jamur
konsentrasi CO2 tidak boleh lebih dari 0,02%.
5
6. Tingkat Keasaman (pH)
Tingkat keasaman media tanam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
jamur tiram putih. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan
mempengaruhi penyerapan air dan hara, bahkan kemungkinan akan tumbuh jamur
lain yang akan menganggu pertumbuhan jamur tiram itu sendiri, pH optimum
pada media tanam berkisar 6-7.
6
III. TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM
3.1. Pembuatan Kubung
Kubung adalah bangunan tempat menyimpan bag log sebagai media
tumbuhnya jamur tiram yang terbuat dari bilik bambu atau tembok permanen.
Didalamnya tersusun rak-rak tempat media tumbuh/log jamur tiram. Ukuran kubung
bervariasi tergantung dari luas lahan yang dimiliki. Tujuannya untuk menyimpan bag
log sesuai dengan persyaratan tumbuh yang dikehendaki jamur tersebut. Bag log
adalah kantong plastik transparan berisi campuran mediajamur. Rak dalam kubung
disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pemeliharan dan sirkulasi
udara terjaga. Umumnya jark antara rak ± 75 cm. Jarak didalam rak 60 cm (4 – 5 bag
log), lebar rak 50 cm, tingi rak maksimal 3 m, panjang disesuaikan dengan kondisi
ruangan. Bag log dapat disusun secara vertikal cocok untuk daerah lebih kering.
Sedangkan penyusunan secara horizontal untuk daerah dengan kelembaban tinggi.
Antara rak pertama berjarak 20 cm.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat kubung berupa tiang
kaso/bambu, rak-rak, bilik untuk dinding dan atap berupa genteng, asbes atau rumbia.
Juamlah dan tinggi rak tergantung pada tinggi ruang pemeliharaan dan jumlah baglog
yang akan dipelihara.
3.2. Peralatan Dalam Pembuatan Baglog
a. Alat Sterilisasi, bisa berupa drum, autoclave maupun boiler (steril bak) lengkap
dengan kompor.
b. Alat Pengadukan, ayakan, cangkul, sekop, ember, selang.
c. Alat inokulasi, lampu bunsen, masker, jas lab, spatula/pinset, alkohol/spritus, hand
Sprayer
d. Alat angkot, keranjang
e. Alat penyiraman
f. Alat Panen
3.3. Pembuatan Media Tanam
3.3.1. Pengayakan
Pengayakan adalah kegiatan memisahkan atau menyaring serbuk kayu gergaji
yang bersar dan kecil/halus sehingga didapatkan serbuk kayu gergaji yang halus dan
seragam. Tujuannya untuk mendapatkan media tanam yang memiliki kepadatan
7
tertentu tanpa merusak kantong plastik ( bag log) dan mendapatkan tingkat
pertumbuhan miselia yang merata.
Gambar 1. Pengayakan serbuk gergaji.
3.3.2. Pencampuran
Pencampuran serbuk kayu gergaji dengan dedak, kapur dan gips sesuai
takaran untuk mendapatkan komposisi media yang merata. Tujuannya menyediakan
sumber hara/nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan dan perkemangan jamur tiram
sampai siap dipanen. Media untuk pertumbuhan jamur tiram sebaiknya dibuat
menyerupai kondisi tempat tumbuhn jamur tiram di alam. Prosedur pelaksanaanya
anatar lain ;
 Serbuk gergaji 100 kg sebagai media tanam
 Dedak 15 kg sebagai sumber makanan tambahan bagi pertumbuhan jamur
 Kapur 2kg dan gips 1 kg untuk mendapatkan pH 6-7 media tanam sehingga
memperlancar proses pertumbuhan jamur
 Serbuk gergaji yg sudah diayak dicampur dengan bekatul, kapur dan gips.
Campuran bahan diaduk merata dan ditambahkan air bersih hingga mencapai
kadar air 60-65%, dapat ditandai bila dikepal hanya mengeluarkan satu tetes air
dan bila dibuka gumpalan serbuk kayu tidak serta merta pecah. Bahan yang telah
dicampur bisa dikomposkan 1 hari, 3 hari, 7 hari atau langsung dikantongi.
8
Gambar 2. Pencampuran bahan untuk media jamur.
3.3.3. Pemeraman
Kegiatan menimbun campuran serbuk gergaji kemudia menutupnya secara
rapat dengan menggunakan plastik selama 1 malam. Tujuannya menguraikan
senyawa-senayawa kompleks dengan bantuan mikroba agar diperoleh senyawasenyawa
kompleks dengan bantuan mikroba agar diperoleh senyawa-senyawa yang
lebih sederhana, sehingga lebih mudah dicerna oleh jamur dan memungkinkan
pertumbuhan jamur yang lebih baik.
3.3.4. Pengisian Media ke Kantung Palstik (Bag log)
Kegiatan memasukan campuran media ke dalam plastik polipropile (PP)
dengan kepadatan tertentu agar miselia jamur dapat tumbuh maksimal dan
menghasilkan panen yang optimal. Tujuannya menyediakan media tanam bagi bibit
jamur.
Gambar. 3. Pengisian media kedalam kantong plastik ( bag log)
9
Prosedur pelaksanaan pengisian media kekantong plastik (bag log) antara lain ;
 Campuran serbuk gergaji yang sudah dikompos dimasukan kedalam kantong plastik
ukuran 18x30, 20x30, 23 x 35 tergantung selera.
 Padatkan campuran dengan menggunakan botol atau alat lain
 Ujung plastik disatukan dan dipasang cincin dari potongan paralon/bambu pada bagian
leher plastik sehingga bungkusan akan menyerupai botol
3.3.5. Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk menonaktifkan mikroba,
baik bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat menganggu pertumbuhan jamur
yang ditanam. Tujuannya mendapatkan serbuk kayu yang steril bebas dari mikroba
dan jamur lain yang tidak dikendaki. Sterilisasi dilakukan pada suhu 70° C selama 5 –
8 jam, sedangkan sterilisasi autoclave membutuhkan waktu selama 4 jam, pada
suhu121°C, dengan tekanan 1 atm.
Gambar. 4 Sterilisasi media jamur.
3.3.6. Pendinginan
Proses pendinginan merupakan suatu upaya mkenurunan suhu media tanam
setelah disterilkan agar bibit yang akan dimasukkan ke dalam bag log tidak mati.
Pendinginan dilakukan 8 – 12 jam sebelum dinokulasi. Temperatur yangdiinginkan
adalah 30 - 35°C. Prosedur pelaksanaannya antara lain :
 Keluarkan bag log dari drum yang sudah disterilisasikan
 Diamkan dialam ruangan sebelum dilakukan inokulasi (pemberian bibit)
10
 Pendinginan dilakukan hingga temperatur mencapai 30 -35°C
Gambar. 5 Pendinginan media
3.3.7. Inokulasi Bibit (Penanaman Bibit)
Inokulasi adalah proses pemindahan sejumlah kecil miselia jamur dari biakan
induk kedalam media tanaman yang telah disediakan. Tujuannya adalah
menumbuhkan miselia jamur pada media tanam hingga menghasilkan jamur yang siap
panen. Prosedur pelaksanaan inokulasi bibit antara lain ;
 Petugas yang akan menginokulasi bibit harus bersih, mencuci tangan dengan
alkohol, dan menggunakan pakaian bersih.
 Sterilkan saptula menggunakan alkohol 70% dan dibakar.
 Buka sumbatan kapas bag log, buat sedikit lubang pada media tanam dengan
menggunakan kayu yang steril yang diruncingkan.
 Ambil sedikit bibit jamur tiram (miselia) ± 1 (satu) sendok teh dan letakkan ke
dalam bag log setelah itu sedikit ditekan.
 Selanjutnya media yang telah diisi bibit ditutup dengan kapas kembali.
 Media baglog yang telah dinokulasi dibuat hingga 22 - 28º C untk mempercepat
pertumbuhan miselium.
3.3.8. Inkubasi
Inkubasi adalah menyimpan atau menempatkaqn media tanam yang telah
diinokulasi pada kondisi ruang tertentu agar miselia jamur tumbuh. Tujuanya adalah
untuk mendapatkan pertumbuhan miselia.
11
 Suhu ruang pertumbuhan miselia jamur antara 28–30 ºC utk mempercepat
pertumbuhan miselium
 Media baglog yg telah dinokulasi dipindahkan dalam ruang inkubasi
 Inkubasi dilakukan hingga seluruh permukaan media tumbuh dalam baglog
berwarna putih merata setelah 20-30 hari.
 Tutup kubung serapat mungkin sehingga cahaya matahari minimal, kendalikan
suhu ruang kubung mencapai 25 – 33oC.
3.3.9. Pemindahan ke Tempat Budidaya
 Baglog yang telah putih ditumbuhi miselium dipindahkan ke kumbung budidaya
 Baglog yang miseliumnya sudah putih dan ada penebalan dibuka cincin bambunya
agar jamure bisa tumbuh.
Gambar 6. Pemindahan ke Tempat Budidaya
3.3.10. Perawatan
 Baglog yang telah dibuka cincin dirawat dengan melakukan penyiraman secara
kabut untuk mempercepat pertumbuhan pinhead jamur
 Hal yang terpenting harus diperhatikan dalam kumbung adalah menjaga suhu dan
kelembaban yang dibutuhkan jamur
 Apabila kelembaban kurang, pinhead mati dan jika terlkalu lembab jamur
menjadi basah
3.3. 11. Pemanenan
Ciri-ciri jamur tiram yang sudah siap dipanen adalah ;
12
 Tudung belum keriting
 Warna belum pudar
 Spora belum dilepaskan
 Tekstur masih kokoh dan lentur
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan adalah:
 Panen dilakukan dengan mencabut
 Tanpa menyisakan bagian jamur
 Bersih dan tidak berceceran
Gambar. 7 Jamur tiram yang siap dipanen
 Jamur dipanen setelah 3 hari muncul pinhead, ukuran jamur cukup dan jamur
tidak terlalu basah, hal ini akan mempengaruhi harga dipasar
 Baglog yang telah dipanen dibersihkan dari sisa-sisa jamur yang masih menempel
pada baglog supaya tidak mengundang hama dan penyakit
 Jamur yang telah dipanen dibersihkan kemudian diwadahi dalam kantong plastik
ukuran 3 kg, 5 kg, 10 kg dan siap dipasarkan.
3.3.12. Penyiraman
Penyiraman dilakukan dengan cara penyemprotan atau pengkabutan dengan
menggunakan air bersih yang ditujukan pada ruang kubung dan media tumbuh jamur,
tujuan untuk menjaga kelembaban kubung.
3.3.13. Pengendalian hama dan penyakit
Umumnya hama dan penyakit utama pada jamur tiram adalah tikus, dapat
dikendalikan dengan menggunakan seng sebagai pembatas bangunan kubung agar
13
tidak naik keatas atau lem tikus. Pada malam hari sering dilakukan pengecekan
kubung untuk mengusir tikus.
3.3.14. Pengaturan Suhu Ruangan
Membuka dan menutup pintu dan jendela (ventilasi) kubung dan untuk
mengatur suhu dan kelembaban agar sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan.
Tujuanya untuk mendapatkan pertumbuhan jamaur yang optimal. Agar pertumbuhan
jamur optimal diperlukan suhu ruangan dalam kubung 28 - 30°C dan kelembaban
sebesar 50 -60% pada saat inkubasi. Sedangkan suhu pada pembentukan tubuh buah
sampai panen berkisar antara 22 -28 °C dengan kelembaban 90 – 95%. Apabila
kelembaban kurang, maka substrat tanaman akan mengering.
3.3.15. Penanganan Pasca Panen
 Jamur tiram kebanyakan dijual secara curah dalam bentuk segar sehingga
mempunyai kelemahan tidak tahan lama disimpan
 Dijual dengan cara dipak ke supermarket, hotel dan restauran
 Diolah menjadi makanan yang mempunyai nilai tambah lebih seperti dalam bentuk
pepes jamur, sate jamur, sop jamur, tumis jamur, dendeng jamur, jamur lapis
tepung, kripik jamur, abon jamur, pangsit jamur, dll.

Template Blogspot Seo Friendly

Template Blogspot Seo Friendly dibutuhkan untuk para blogger pengguna blogspot untuk menempatkan blognya di posisi 1 ataupun di page pertama google
 

Apick_Aw0x'z Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger