Warung Bebas

Senin, 06 Agustus 2012

BUDI DAYA PUYUH

CARA BUDI DAYA PUYUH ATAU TERNAK PUYUH
 I . PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ternak puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang memiliki prospek
yang cukup baik untuk dikembangkan walaupun dalam
pengembangannya masih ditemui hambatan diantaranya, tingginya
angka kematian karena serangan penyakit Avian Influenza (AI). Pada
tahun 2003, wabah AI muncul dan menyerang peternakan unggas skala
besar (sektor 1 dan 2) yang pada akhirnya dapat dikendalikan dengan
menerapkan Good Breeding Practice (GBP), Good Hatching Practice
(GHP) dan biosekuriti. Untuk skala menengah (sektor 3) dan skala kecil
(sektor 4) yang berada di pedesaan dan pemukiman perlu dilakukan
upaya pengendalian yang optimal melalui kegiatan penataan usaha
budidaya.
Penataan budidaya ternak puyuh dilaksanakan dalam rangka
meningkatkan produksi dan produktifitas ternak puyuh, disamping
sebagai pengendalian dan pencegahan penyakit Avian Influenza (AI).
Hal tersebut sudah sesuai dengan rekomendasi Office International
Epizooticae (OIE), sehingga sekaligus mendukung terpenuhinya
persyaratan keswan dan perdagangan puyuh, Day Old Quail (DOQ) dan
telur antar daerah.
Penataan diarahkan pada terselenggaranya usaha budidaya puyuh yang
bebas dari penyakit, terutama penyakit AI. Budidaya puyuh lebih
diarahkan pada pengembangan yang berbasis wilayah/kawasan dengan
komoditas tunggal. Diharapkan usaha budiday puyuh dapat
terselenggara secara efektif dan efisien disamping memberikan
kemudahan dalam pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah.
Penataan budidaya puyuh didasarkan pada pengoptimalan penerapan
prinsip Good Farming Practice (GFP) dalam suatu kawasan tertentu,
disamping terkendalinya aktivitas pendukung lainnya baik pada aspek
hulu, on farm, maupun hilir. Upaya penataan budidaya puyuh ke depan
harus diikuti dengan upaya pelaksanaan cara memperoleh bahan dan
memproduksi pakan yang baik yaitu Good Manufacturing Practice
(GMP), dan juga cara penetasan yang baik yaitu Good Hatching Practice
(GHP) untuk menghasilkan produk puyuh yang bermutu.
2. Maksud dan Tujuan
(1) Maksud
Maksud ditetapkannya pedoman penataan budidaya puyuh adalah
sebagai acuan bagi Dinas peternakan atau dinas/instansi yang
5
membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan dalam
melaksanakan kegiatan penataan budidaya dan pembinaan
terhadap para peternak puyuh yang berada di kawasan
pengembangan budidaya ternak puyuh.
(2) Tujuan
Penataan budidaya puyuh bertujuan untuk :
a. Menata usaha budidaya puyuh melalui pendekatan kelompok
dan penerapan GFP.
b. Mencegah penyebaran penyakit AI melalui penerapan
biosekuriti secara ketat.
c. Memudahkan bagi petugas pemerintah melakukan
pengawasan sehingga dapat mencegah berjangkitnya penyakit
unggas.
3. Sasaran
Sasaran penataan budidaya puyuh ini adalah :
(1) Diterapkannya GFP pada kelompok peternak puyuh.
(2) Meningkatnya kesadaran peternak puyuh mengenai tindakan yang
harus dilakukan apabila terjadi kasus penyakit unggas.
4. Ruang Lingkup Pedoman
Ruang lingkup dalam penataan budidaya puyuh adalah pelaksanaan
kegiatan mulai dari tahap persiapan seperti: 1) Sosialisasi, 2) penyiapan
lokasi, penyiapan kelompok, 3) tatacara permohonan, 4) pelaksanaan,
5) penataan, 6) pendampingan, 7) biosekuriti, 8) pembiayaan, 9)
pemberdayaan kelembagaan, 10) pembinaan, 11) pengawasan, 12)
pelaporan.
5. Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari penataan budidaya puyuh adalah
tertatanya usaha budidaya puyuh.
II. PERATURAN PENDUKUNG
Dalam penataan budidaya puyuh tidak terlepas dari upaya restrukturisasi
perunggasan dan peraturan – peraturan perundangan yang berlaku sebagai
berikut :
6
1. Undang-Undang
(1) UU Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pemerintah Daerah
(2) UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724)
(3) UU No 20 Tahun 2008 tentang usaha Mikro Kecil dan Menengah.
(4) UU No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
2. Peraturan dan Instruksi Presiden
(1) Peraturan Presiden No. 16/1977 tentang Usaha Peternakan
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1978 tentang Obat Hewan
(3) Peraturan Presiden No. 15/1999 tentang Penolakan, Pencegahan,
Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan Menular.
(4) Peraturan Presiden No. 22/1983 tentang Kesehatan
Masyarakat Veteriner.
(5) Peraturan Presiden N. 44/1997 tentang Kemitraan
(6) Instruksi Presiden No. 1/2007 tentang Penanganan dan
Pengendalian Virus Flu Burung (Avian Influenza)
(7) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tanggal 9 Juli 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82).
3. Keputusan Menteri Pertanian
(1) Keputusan Menteri Pertanian No. 940/Kpts/OT.210/10/1997
tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian.
(2) Keputusan Menteri Pertanian No. 404/Kpts/OT.210/6/2002 tentang
Pedoman Perijinan dan Pendaftaran Usaha Peternakan.
(3) Keputusan Menteri Pertanian No. 240/Kpts/OT.210/4/2003 tentang
Cara Pembuatan Pakan Yang Baik
(4) Peraturan Nomor 65/Permentan/OT.140/9/2007 tentang Pedoman
Pengawasan Mutu Pakan.
4. Peraturan Menteri Pertanian
(1) Peraturan Menteri Pertanian No. 381/2005 tentang Pedoman
Sertifikasi Kontrol Veteriner (NKV) pada Unit Usaha Asal Hewan.
(2) Peraturan Menteri Pertanian No. 50/Permentan/OT.140/10/2006
tentang Pedoman Pemeliharan Unggas di Pemukiman.
(3) Peraturan Menteri Pertanian No. 06/Permentan/OT.140/1/2007
tentang Pembentukan Unit Pengendali Penyakit Avian Influenza
(UPPP-AI) Regional.
7
(4) Peraturan Menteri Pertanian No. 05/Permentan/OT.140/1/2008
tentang Peraturan Budidaya Puyuh Yang Baik
(5) Peraturan Menteri Pertanian nomor 64/Permentan/9/2007 tentang
Pedoman Pelayanan Pusat Kesehatan Hewan.
(6) Peraturan Pemerintah 38/2007 tentang Pengaturan Pemerintah
Pusat , Pemerintah Daerah Provinsi dan Daerah KabupatenKota.
5. Surat Edaran Menteri Pertanian
Surat Edaran Menteri Pertanian No. 283/TU.210/M/1/2006 tentang
Restrukturisasi Perunggasan.
6. Keputusan Direktur Jenderal Peternakan
(1) Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No. 17/Kpts/PD.640/F/02
tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
AI pada Unggas.
(2) Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No. 45/Kpts/PD.610/F/06
tentang Prosedur Operasional Standar (SOP) Pengendalian
Penyakit Avian Influenza (AI) di Indonesia.
7. Pedoman-Pedoman
(1) Pedoman Umum Pemberdayaan Kelompok Peternak Aneka Ternak
Melalui Fasilitasi Dana Tugas Pembantuan dan Dekon
(2) Pedoman Umum Pemeliharaan Unggas di Pemukiman
(3) Pedoman Umum Transfortation Practice (GTP)
(4) Pedoman Umum KKP-E, KUR
(5) Pedoman Good Handling Practice (GHP)
(6) Sensus Peternakan Nasional (SPN) Tahun 2009
III. PELAKSANAAN KEGIATAN PENATAAN
Prinsip pelaksanaan kegiatan penataan budidaya puyuh adalah menata dan
menempatkan kegiatan budidaya pada suatu kawasan secara menyeluruh
baik budidaya pada sentra produksi dan non produksi seperti pemeliharaan
puyuh di sekitar pemukiman (backyard farming). Selain penataan pada aspek
budidaya (on farm), juga dilakukan surveilans secara terprogram serta
pengawasan lalu lintas bahan pakan, pakan unggas hidup dan produk unggas
keluar masuk wilayah kegiatan.
8
Dinas peternakan atau Dinas/instansi yang membidangi fungsi peternakan
dan kesehatan hewan selanjutnya dapat mengajukan kawasan tersebut untuk
dilakukan audit oleh Tim Auditor Direktorat Jenderal Peternakan. Untuk
kawasan yang memenuhi persyaratan penataan dan telah dinyatakan bebas
berdasarkan hasil audit dan surveilans, maka akan diberikan surat
keterangan bebas AI oleh Direktorat Jenderal Peternakan.
Pada tahap awal, fokus kegiatan penataan budi daya puyuh yang berada di
kawasan, agar usaha budi daya memenuhi prinsip tata cara budidaya puyuh
yang baik atau Good Farming Practice (GFP). Usaha budidaya yang
merupakan budidaya integrasi antara subsistem on farm, hilir dan hulu (usaha
pembibitan).
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini Dinas Peternakan atau dinas/instansi yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan hewan Kabupaten/Kota perlu
membentuk tim teknis yang bertugas untuk melakukan hal sebagai
berikut :
1) Sosialisasi
Sosialisasi secara bertahap dilakukan dengan melibatkan seluruh
stakeholder serta pemerintah daerah setempat dengan materi
sosialisasi antara lain :
a. Kegiatan penataan budidaya puyuh
b. Tata Cara Budidaya burung Puyuh Yang Baik (Good Farming
Practice/GFP)
c. Pengendalian dan pemberantasan penyakit AI dan penyakit
unggas lainnya.
d. Peraturan perundang-undangan terkait lainnya
e. Manfaat dilakukannya kegiatan penataan budidaya puyuh bagi
para peternak yang berada di wilayah kawasan penataan.
2) Penyiapan Kawasan
Setelah sosialisasi dilakukan, selanjutnya Tim Teknis melaksanakan
tugas sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi dan seleksi wilayah/kawasan sebagai
lokasi kegiatan penataan budidaya puyuh dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a) Menentukan wilayah untuk ditetapkan sebagai kawasan
dengan dasar unit epidemiologik mempunyai batas alam.
b) Kawasan ditetapkan sebagai sentra pengembangan budi
daya puyuh dengan mempertimbangkan Rencana Umum
Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang
9
(RDTR) atas dasar potensi ketersediaan bahan pakan
lokal.
c) Mengidentifikasi usaha budidaya puyuh, backyard dan
menetapkan data dan informasi yang lengkap mengenai
profil peternak puyuh.
b. Mengajukan/rekomendasi kawasan yang ditetapkan sebagai
lokasi kegiatan penataan budidaya puyuh.
c. Dinas melakukan koordinasi dengan perusahaan yang ada di
wilayah budidaya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat
melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) atau
program perusahaan lainnya.
d. Kepala Dinas menetapkan kawasan tersebut sebagai lokasi
kegiatan penataan usaha budidaya puyuh.
3) Penyiapan Kelompok
Setelah dilakukan penetapan wilayah kegiatan penataan, selanjutnya
tim teknis mempunyai tugas untuk :
a. Melakukan inventarisasi dan identifikasi kelompok peternak
puyuh calon penerima dana tugas pembantuan/bansos.
b. Melakukan seleksi kelompok peternak puyuh dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
(a) kelompok adalah kelompoktani peternak puyuh yang sudah
berpengalaman di bidang budidaya dan memiliki
kelembagaan yang kuat;
(b) kelompok diprioritaskan pada kelompok peternak puyuh
yang telah melaksanakan kerjasama antara kelompok
ternak atau memiliki jaringan dari hulu ke hilir sehingga
keberlanjutan terjamin.
(c) kelompok diprioritaskan pada kelompok puyuh yang
memiliki nilai proposal yang tinggi (penilaian berdasarkan
rekomendasi tim teknis, yang kesesuaian proposal yang
diusulkan dengan tujuan kegiatan);
(d) Kelompok bersedia melakukan usahanya secara terpadu,
sehingga keterkaitan kegiatan dari pada aspek hulu kokoh.
(e) Kelompok bersedia menjadi kelompok inti dalam membina
kelompok lain untuk mendukung pengembangan usaha
budidaya puyuh di wilayah penataan.
10
c. Mengajukan kelompok peternak puyuh untuk ditetapkan sebagai
kelompok peternak kegiatan penataan budidaya puyuh.
Selanjutnya Kepala Dinas menetapkan kelompok peternak penerima
tugas pembantuan melalui Surat Keputusan.
2. Tata Cara Permohonan
Tata cara permohonan penataan budidaya puyuh diatur sebagai berikut :
(1) Kepala Dinas Peternakan mengajukan permohonan secara tertulis
yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan untuk dilakukan penilaian;
(2) Berdasarkan permohonan tersebut Direktur Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan menugaskan Tim Penilai untuk melakukan
pengecekan terhadap dipenuhinya persyaratan permohonan;
(3) Apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi, maka dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah dipenuhinya
persyaratan permohonan, Tim Penilai sudah harus mulai
melakukan penilaian terhadap lokasi penataan budidaya puyuh;
(4) Apabila persyaratan yang diajukan oleh pemohon, ternyata tidak
memenuhi persyartan, maka dalam jangka waktu selambatlambatnya
7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan,
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
menginformasikan kepada pemohon untuk segera melengkapi
kekurangan persyaratan yang ditentukan;
(5) Apabila dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja
sejak disampaikannya informasi kelengkapan tidak dipenuhi, maka
permohonan penilaian dianggap ditarik kembali.
3. Tahap Pelaksanaan
Dinas Peternakan atau dinas/instansi yang membidangi fungsi
peternakan atau kesehatan hewan bersama-sama dengan instansi
terkait lainnya melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Penataan
Penataan budidaya puyuh pada tahap awal mengacu kepada
RUTR dan RDTR.
Pada tahap awal kelompok budidaya yang difasilitasi melalui dana
tugas pembantuan diarahkan untuk dilakukan penataan budidaya
meliputi penerapan Good Farming Fractice (GFP). Untuk
mendukung terlaksananya kegiatan penataan budidaya puyuh
11
tersebut pemerintah melalui dana konsentrasi/dekonsentrasi dapat
mengalokasikan anggaran penataan usaha budi daya puyuh yang
masuk kedalam Mata Anggaran Kegiatan (MAK) bantuan Sosial.
Anggaran tersebut dapat dimanfaatkan kelompok peternak untuk
pengembangan usaha peternakan budidaya puyuh.
Dengan demikian anggaran yang tersedia dapat dimanfaatkan
untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Pembuatan kandang/perbaikan kandang
b. Pengadaan ternak bibit
c. Bantuan pakan ternak
d. Pengadaan obat-obatan
e. Pembelian peralatan biosekuriti, peralatan kandang
f. Pengembangan kelembagaan kelompok peternak
g. Pengembangan SDM peternak
h. Fasilitasi advokasi/pembinaan dari tenaga ahli
i. Sarana pendukung lainnya yang diperlukan, seperti mesin
tetas dan timbangan dsb.
Kandang puyuh puyuh jantan dan puyuh betina
2) Pendampingan
Pada saat dilakukan penataan, terutama hal yang terkait dengan
pemanfaatan dana fasilitasi dari Pemerintah, Dinas Peternakan
atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan perlu melakukan pendampingan. Pendampingan dilakukan
agar kelompok dapat memanfaatkan dana kegiatan penataan
secara efisien dan kegiatan dilakukan sesuai pedoman.
3) Biosekuriti
Biosekuriti merupakan upaya untuk melindungi puyuh dari infeksi
penyakit dengan menerapkan sanitasi dan usaha pencegahan
lainnya. Tindakan biosekuriti dilakukan mengacu pada GFP.
IV. PEMBIAYAAN.
Kegiatan penataan budidaya puyuh ini dapat dibiayai melalui berbagai
dukungan sumber pembiayaan, baik dari pemerintah, swasta dan
masyarakat. Adapun pembiayaan yang bersumber dari pemerintah dapat
berasal dari :
12
1. APBN (dana konsentrasi, dekonsentrasi, dan anggaran Tugas
Pembantuan/TP) melalui bermacam kegiatan diantaranya LM3, SMD.
2. APBD ( Provinsi, Kabupaten/Kota),
3. Dana Masyarakat
Penataan budidaya puyuh secara teknis operasional merupakan tanggung
jawab bersama semua stakeholder terkait, baik pusat maupun daerah.
Program penataan sangat tergantung kepada sejauh mana komitmen
pemerintah dan masyarakat di daerah dalam mendukung program ini yang
dituangkan dalam bentuk kebijakan dan alokasi dana APBD.
Agar kegiatan penataan budidaya puyuh dapat berjalan baik, maka harus
tersedia peraturan tentang mekanisme penataan, juga diperlukan
pendanaan yang memadai untuk melakukan proses penataan. Untuk
mempercepat terlaksananya proses penataan, diperlukan adanya
koordinasi dan sinkronisasi semua pihak terkait, termasuk pemanfaatan
dana sehingga terjadi sinergi secara maksimal.
V. PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN.
Untuk mendukung kegiatan penataan budidaya puyuh dibutuhkan peran
kelermbagaan sebagai berikut :
1. Mendorong dan membimbing para peternak yang semula berusaha
sendiri (usaha rumah tangga) agar mampu bekerjasama dibidang
ekonomi secara berkelompok. Usaha tetap dijalankan di masingmasing
keluarga, sedangkan aspek yang dikerjasamakan dalam
kelompok.
2. Menumbuhkan gabungan kelompok yang usahanya sejenis atau
sering juga disebut sebagai asosiasi, misalnya peternak ayam atau
puyuh dan sebagainya.
3. Kelembagaan lain yang akan terus didorong perkembangannya
adalah kelembagaan yang akan meningkatkan peran serta
peternak rakyat menjadi gabungan kelompok peternak, gabungan
para peternak mandiri, asosiasi peternak puyuh atau koperasi serta
kelembagaan berbadan hukum lainnya.
Pemberdayaan kelembagaan ini dapat dilakukan oleh Pemerintah
bersama-sama dengan daerah dan masyarakat dalam bentuk :
a. Peningkatan pemahaman dan keterampilan melalui :
(a) Usaha peternakan komoditi lain selain puyuh (ayam, itik,
kelinci, sapi, domba)
(b) Keterampilan sederhana bagi masyarakat untuk
peningkatan pendapatan
(c) Manajemen kesehatan puyuh
13
(d) Pembuatan proposal kredit perbankan
(e) Manajemen pengelolaan kelompok peternak
(f) Pengamatan dan pelaporan penyakit
b. Penyerapan tenaga kerja dari masyarakat sekitar pada usaha
pembibitan/budidaya puyuh di wilayah penataan.
c. Mengikutsertakan anggota kelompok pada kegiatan
pembuatan pupuk dari kotoran puyuh.
d. Pelayanan peternakan, pelayanan kesehatan hewan dan
bimbingan teknis pada masyarakat sekitar.
VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN
1. Pembinaan
Pembinaan dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat (Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan), Dinas Peternakan
atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Disamping itu pembinaan juga dapat dilakukan oleh lembaga non
pemerintah seperti swasta dan masyarakat.
2. Pengawasan.
Pengawasan kegiatan penataan budidaya puyuh terdiri dari
pengawasan internal, pengawasan eksternal dan pengawasan
partisipatif, yaitu :
(1) Pengawasan internal dilaksanakan oleh Dinas Peternakan
kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan Kabupaten/Kota secara
berkala paling kurang 3 (tiga) bulan sekali pada titik kritis
dengan cara memantau perkandangan, biosekuriti dan
vaksinasi untuk dilakukan sebagaimana mestinya.
(2) Pengawasan eksternal dilaksanakan oleh Dinas Peternakan
Provinsi setempat secara berkala paling kurang 6 (enam)
bulan sekali, oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan
kesehatan Hewan paling kurang 1 (satu) tahun sekali atau
sewaktu-waktu apabila diperlukan. Pengawasan ini dilakukan
baik melalui bimbingan langsung maupun pengawasan
terhadap perkandangan, biosekuriti dan vaksinasi.
(3) Pengawasan partisipatif dilaksanakan oleh masyarakat,
terhadap lalu lintas puyuh dari dan ke wilayah yang telah
dilakukan penataan, dan penerapan Good Farming Practice
(GFP) puyuh.
14
3 Pelaporan
Untuk memudahkan evaluasi kegiatan penataan budidaya puyuh
diperlukan data dan informasi yang diperoleh melalui pelaporan,
dengan ketentuan sebagai berikut :
(1) Setiap pelaku usaha peternakan puyuh harus membuat
laporan tertulis secara berkala paling kurang 3 (tiga) bulan
sekali kepada Dinas Peternakan kabupaten/Kota dengan
tembusan kepada Dinas Peternakan Provinsi dan Direktorat
Budidaya Ternak .
(2) Selain pelaporan tersebut diatas, setiap pelaku usaha
perunggasan harus melaporkan setiap kejadian penyakit yang
diduga Avian Influenza (AI) yang bersifat darurat kepada
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
tembusannya kepada Dinas Peternakan Provinsi dan Dinas
Peternakan Kabupaten/Kota.
VII. PENUTUP
Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila
terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
source : DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK

0 komentar em “BUDI DAYA PUYUH”

Posting Komentar

 

Apick_Aw0x'z Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger