Warung Bebas

Rabu, 15 Februari 2012

Dimanakah Hati dan Nuranimu

“Seorang Ayah Menggendong Mayat Anaknya Dari RSCM Ke Bogor Karena Tak Mampu Bayar Ambulan... !!” Ya baru tadi saya menerima update ini di akun facebook saya, saya juga seorang bapak dan rasanya dada ini terbakar sudah sampai sejauh inikah Indonesia yang katanya "Gemah Ripah Loh Jinawi Toto Tetrem Kerto Raharjo", sebuah negara agraris dan zamrud khatulistiwa. Negara yang katanya Agamis tapi harus beginikah nasibmu Pak Supriono.



Kisah Nyata ..!!! Terjadi Di Jakarta !!! “Seorang Ayah Menggendong Mayat Anaknya Dari RSCM Ke Bogor Karena Tak Mampu Bayar Ambulan !!.



"Saya tidak terlalu gusar untuk hal ini, karena saya pribadi punya pengalaman pahit ketika anak saya baru berumur 2 bulan karena pencernaanya tidak bisa menerima susu yang berprotein hewani, hingga akhirnya muntah darah dan buang air besar juga darah. Buru buru saya bawa kerumah sakit dan tanpa pikir panjang segera ke UGD. Tapi apa lacur pas daftar di minta DP 2juta, saya ga pegang sepeserpun, yang penting anak saya di tolong dulu. Tapi apa yang saya terima.... Saya tetap harus bayar DP 2jt baru anak saya bisa di tangani. Akhirnya saya keluar lagi bersama istri dan anak saya, saya cari pinjaman uang istri gendong anak saya. Allahualam bisawab, dan ini terulang oleh Pak Supriono, astagfirulloh..."



Penumpang Kereta Rel Listrik (KRL) jurusan Jakarta – Bogor pun geger minggu (5/6).

Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38 thn) tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn).”



“Supriono akan memakamkan si kecil di kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa (KRL). Tapi di stasiun tebet, Supriono dipaksa turun dari kereta, lantas dibawa ke kantor polisi karena dicurigai si anak adalah korban kejahatan.



Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas karena penyakit muntaber.

Polisi belum langsung percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah itu ke RSCM untuk diautopsi.”



“Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa khaerunisa sudah empat hari terserang muntaber.

Dia sudah membawa khaerunisa untuk berobat ke puskesmas kecamatan Setiabudi.

“Saya hanya sekali bawa khaerunisa ke puskesmas, saya tidak punya uang untuk membawanya lagi ke puskesmas, meski biaya hanya Rp 4.000,- saya hanya pemulung kardus, gelas dan botol plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,- per hari..” Ujar bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di Cikini itu.



Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya. Selama sakit khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya, Muriski Saleh (6 thn), untuk memulung kardus di Manggarai hingga Salemba, meski hanya terbaring digerobak ayahnya.”



“Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa menghembuskan nafas terakhirnya pada minggu (5/6) pukul 07.00. Khaerunisa meninggal di depan Sang Ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau. Tak ada siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya.

Supriono dan muriski termangu.



Uang di saku tinggal Rp 6.000,- tak mungkin cukup beli kain kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai harus menyewa ambulans. Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono mengajak Musriki berjalan mendorong gerobak berisikan mayat itu dari Manggarai hingga ke stasiun tebet, Supriono berniat menguburkan anaknya di kampong pemulung di kramat, Bogor. Ia berharap di sana mendapatkan bantuan dari sesama pemulung.“



“Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di stasiun tebet.



Yang tersisa hanya-lah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus jenazah si kecil. Kepala mayat anak yang tercinta nya itu dibiarkan terbuka, biar orang tak tahu kalau Khaerunisa sudah menghadap sang Khalik.

Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono menggendong Khaerunisa menuju stasiun. Ketika (KRL) jurusan bogor datang, tiba-tiba seorang pedagang menghampiri Supriono dan menanyakan anaknya. Lalu dijelaskan oleh Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa ke Bogor spontan penumpang (KRL) yang mendengar penjelasan Supriono langsung berkerumun dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet. Polisi menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang ambulans hitam.”



“Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan.

Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan surat permintaan pulang dari RSCM.

Sambil memandangi mayat Khaerunisa yang terbujur kaku.

Hingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali memegang tubuh adiknya.



Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan surat tersebut, lagi-lagi karena tidak punya uang untuk menyewa ambulans, Supriono harus berjalan kaki menggendong mayat Khaerunisa dengan kain sarung sambil menggandeng tangan Muriski. Beberapa warga yang iba memberikan uang sekadarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor.”



Para pedagang di RSCM juga memberikan air minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan.”



“Psikolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan mengaku benar-benar terpukul dengan peristiwa yang sangat tragis tersebut, karena masyarakat dan aparat pemerintah saat ini sudah tidak lagi perduli terhadap sesama.



“Peristiwa itu adalah dosa, masyarakat yang seharusnya kita bertanggung jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa. Jangan bilang keluarga Supriono tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan tempat tinggal dan alamat tetap. Ini merupakan tamparan untuk bangsa Indonesia,” Ujarnya...



“Astaghfirullah,,, dimana Hati dan Nurani Manusia,,,???”



“Silahkan share dan sebarkan kisah ini, dan saya tunggu opini Anda.

Agar pemerintah mengetahui Nasib Rakyat yang tidak mampu,,!”

0 komentar em “Dimanakah Hati dan Nuranimu”

Posting Komentar

 

Apick_Aw0x'z Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger