PELAKSANAAN KEGIATAN PENATAAN
Prinsip pelaksanaan kegiatan penataan budidaya puyuh adalah menata dan
menempatkan kegiatan budidaya pada suatu kawasan secara menyeluruh
baik budidaya pada sentra produksi dan non produksi seperti pemeliharaan
puyuh di sekitar pemukiman (backyard farming). Selain penataan pada aspek
budidaya (on farm), juga dilakukan surveilans secara terprogram serta
pengawasan lalu lintas bahan pakan, pakan unggas hidup dan produk unggas
keluar masuk wilayah kegiatan.
8
Dinas peternakan atau Dinas/instansi yang membidangi fungsi peternakan
dan kesehatan hewan selanjutnya dapat mengajukan kawasan tersebut untuk
dilakukan audit oleh Tim Auditor Direktorat Jenderal Peternakan. Untuk
kawasan yang memenuhi persyaratan penataan dan telah dinyatakan bebas
berdasarkan hasil audit dan surveilans, maka akan diberikan surat
keterangan bebas AI oleh Direktorat Jenderal Peternakan.
Pada tahap awal, fokus kegiatan penataan budi daya puyuh yang berada di
kawasan, agar usaha budi daya memenuhi prinsip tata cara budidaya puyuh
yang baik atau Good Farming Practice (GFP). Usaha budidaya yang
merupakan budidaya integrasi antara subsistem on farm, hilir dan hulu (usaha
pembibitan).
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini Dinas Peternakan atau dinas/instansi yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan hewan Kabupaten/Kota perlu
membentuk tim teknis yang bertugas untuk melakukan hal sebagai
berikut :
1) Sosialisasi
Sosialisasi secara bertahap dilakukan dengan melibatkan seluruh
stakeholder serta pemerintah daerah setempat dengan materi
sosialisasi antara lain :
a. Kegiatan penataan budidaya puyuh
b. Tata Cara Budidaya burung Puyuh Yang Baik (Good Farming
Practice/GFP)
c. Pengendalian dan pemberantasan penyakit AI dan penyakit
unggas lainnya.
d. Peraturan perundang-undangan terkait lainnya
e. Manfaat dilakukannya kegiatan penataan budidaya puyuh bagi
para peternak yang berada di wilayah kawasan penataan.
2) Penyiapan Kawasan
Setelah sosialisasi dilakukan, selanjutnya Tim Teknis melaksanakan
tugas sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi dan seleksi wilayah/kawasan sebagai
lokasi kegiatan penataan budidaya puyuh dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a) Menentukan wilayah untuk ditetapkan sebagai kawasan
dengan dasar unit epidemiologik mempunyai batas alam.
b) Kawasan ditetapkan sebagai sentra pengembangan budi
daya puyuh dengan mempertimbangkan Rencana Umum
Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang
9
(RDTR) atas dasar potensi ketersediaan bahan pakan
lokal.
c) Mengidentifikasi usaha budidaya puyuh, backyard dan
menetapkan data dan informasi yang lengkap mengenai
profil peternak puyuh.
b. Mengajukan/rekomendasi kawasan yang ditetapkan sebagai
lokasi kegiatan penataan budidaya puyuh.
c. Dinas melakukan koordinasi dengan perusahaan yang ada di
wilayah budidaya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat
melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) atau
program perusahaan lainnya.
d. Kepala Dinas menetapkan kawasan tersebut sebagai lokasi
kegiatan penataan usaha budidaya puyuh.
3) Penyiapan Kelompok
Setelah dilakukan penetapan wilayah kegiatan penataan, selanjutnya
tim teknis mempunyai tugas untuk :
a. Melakukan inventarisasi dan identifikasi kelompok peternak
puyuh calon penerima dana tugas pembantuan/bansos.
b. Melakukan seleksi kelompok peternak puyuh dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
(a) kelompok adalah kelompoktani peternak puyuh yang sudah
berpengalaman di bidang budidaya dan memiliki
kelembagaan yang kuat;
(b) kelompok diprioritaskan pada kelompok peternak puyuh
yang telah melaksanakan kerjasama antara kelompok
ternak atau memiliki jaringan dari hulu ke hilir sehingga
keberlanjutan terjamin.
(c) kelompok diprioritaskan pada kelompok puyuh yang
memiliki nilai proposal yang tinggi (penilaian berdasarkan
rekomendasi tim teknis, yang kesesuaian proposal yang
diusulkan dengan tujuan kegiatan);
(d) Kelompok bersedia melakukan usahanya secara terpadu,
sehingga keterkaitan kegiatan dari pada aspek hulu kokoh.
(e) Kelompok bersedia menjadi kelompok inti dalam membina
kelompok lain untuk mendukung pengembangan usaha
budidaya puyuh di wilayah penataan.
10
c. Mengajukan kelompok peternak puyuh untuk ditetapkan sebagai
kelompok peternak kegiatan penataan budidaya puyuh.
Selanjutnya Kepala Dinas menetapkan kelompok peternak penerima
tugas pembantuan melalui Surat Keputusan.
2. Tata Cara Permohonan
Tata cara permohonan penataan budidaya puyuh diatur sebagai berikut :
(1) Kepala Dinas Peternakan mengajukan permohonan secara tertulis
yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan untuk dilakukan penilaian;
(2) Berdasarkan permohonan tersebut Direktur Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan menugaskan Tim Penilai untuk melakukan
pengecekan terhadap dipenuhinya persyaratan permohonan;
(3) Apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi, maka dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah dipenuhinya
persyaratan permohonan, Tim Penilai sudah harus mulai
melakukan penilaian terhadap lokasi penataan budidaya puyuh;
(4) Apabila persyaratan yang diajukan oleh pemohon, ternyata tidak
memenuhi persyartan, maka dalam jangka waktu selambatlambatnya
7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan,
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
menginformasikan kepada pemohon untuk segera melengkapi
kekurangan persyaratan yang ditentukan;
(5) Apabila dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja
sejak disampaikannya informasi kelengkapan tidak dipenuhi, maka
permohonan penilaian dianggap ditarik kembali.
3. Tahap Pelaksanaan
Dinas Peternakan atau dinas/instansi yang membidangi fungsi
peternakan atau kesehatan hewan bersama-sama dengan instansi
terkait lainnya melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Penataan
Penataan budidaya puyuh pada tahap awal mengacu kepada
RUTR dan RDTR.
Pada tahap awal kelompok budidaya yang difasilitasi melalui dana
tugas pembantuan diarahkan untuk dilakukan penataan budidaya
meliputi penerapan Good Farming Fractice (GFP). Untuk
mendukung terlaksananya kegiatan penataan budidaya puyuh
11
tersebut pemerintah melalui dana konsentrasi/dekonsentrasi dapat
mengalokasikan anggaran penataan usaha budi daya puyuh yang
masuk kedalam Mata Anggaran Kegiatan (MAK) bantuan Sosial.
Anggaran tersebut dapat dimanfaatkan kelompok peternak untuk
pengembangan usaha peternakan budidaya puyuh.
Dengan demikian anggaran yang tersedia dapat dimanfaatkan
untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Pembuatan kandang/perbaikan kandang
b. Pengadaan ternak bibit
c. Bantuan pakan ternak
d. Pengadaan obat-obatan
e. Pembelian peralatan biosekuriti, peralatan kandang
f. Pengembangan kelembagaan kelompok peternak
g. Pengembangan SDM peternak
h. Fasilitasi advokasi/pembinaan dari tenaga ahli
i. Sarana pendukung lainnya yang diperlukan, seperti mesin
tetas dan timbangan dsb.
Kandang puyuh puyuh jantan dan puyuh betina
2) Pendampingan
Pada saat dilakukan penataan, terutama hal yang terkait dengan
pemanfaatan dana fasilitasi dari Pemerintah, Dinas Peternakan
atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan perlu melakukan pendampingan. Pendampingan dilakukan
agar kelompok dapat memanfaatkan dana kegiatan penataan
secara efisien dan kegiatan dilakukan sesuai pedoman.
3) Biosekuriti
Biosekuriti merupakan upaya untuk melindungi puyuh dari infeksi
penyakit dengan menerapkan sanitasi dan usaha pencegahan
lainnya. Tindakan biosekuriti dilakukan mengacu pada GFP.
IV. PEMBIAYAAN.
Kegiatan penataan budidaya puyuh ini dapat dibiayai melalui berbagai
dukungan sumber pembiayaan, baik dari pemerintah, swasta dan
masyarakat. Adapun pembiayaan yang bersumber dari pemerintah dapat
berasal dari :
12
1. APBN (dana konsentrasi, dekonsentrasi, dan anggaran Tugas
Pembantuan/TP) melalui bermacam kegiatan diantaranya LM3, SMD.
2. APBD ( Provinsi, Kabupaten/Kota),
3. Dana Masyarakat
Penataan budidaya puyuh secara teknis operasional merupakan tanggung
jawab bersama semua stakeholder terkait, baik pusat maupun daerah.
Program penataan sangat tergantung kepada sejauh mana komitmen
pemerintah dan masyarakat di daerah dalam mendukung program ini yang
dituangkan dalam bentuk kebijakan dan alokasi dana APBD.
Agar kegiatan penataan budidaya puyuh dapat berjalan baik, maka harus
tersedia peraturan tentang mekanisme penataan, juga diperlukan
pendanaan yang memadai untuk melakukan proses penataan. Untuk
mempercepat terlaksananya proses penataan, diperlukan adanya
koordinasi dan sinkronisasi semua pihak terkait, termasuk pemanfaatan
dana sehingga terjadi sinergi secara maksimal.
V. PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN.
Untuk mendukung kegiatan penataan budidaya puyuh dibutuhkan peran
kelermbagaan sebagai berikut :
1. Mendorong dan membimbing para peternak yang semula berusaha
sendiri (usaha rumah tangga) agar mampu bekerjasama dibidang
ekonomi secara berkelompok. Usaha tetap dijalankan di masingmasing
keluarga, sedangkan aspek yang dikerjasamakan dalam
kelompok.
2. Menumbuhkan gabungan kelompok yang usahanya sejenis atau
sering juga disebut sebagai asosiasi, misalnya peternak ayam atau
puyuh dan sebagainya.
3. Kelembagaan lain yang akan terus didorong perkembangannya
adalah kelembagaan yang akan meningkatkan peran serta
peternak rakyat menjadi gabungan kelompok peternak, gabungan
para peternak mandiri, asosiasi peternak puyuh atau koperasi serta
kelembagaan berbadan hukum lainnya.
Pemberdayaan kelembagaan ini dapat dilakukan oleh Pemerintah
bersama-sama dengan daerah dan masyarakat dalam bentuk :
a. Peningkatan pemahaman dan keterampilan melalui :
(a) Usaha peternakan komoditi lain selain puyuh (ayam, itik,
kelinci, sapi, domba)
(b) Keterampilan sederhana bagi masyarakat untuk
peningkatan pendapatan
(c) Manajemen kesehatan puyuh
13
(d) Pembuatan proposal kredit perbankan
(e) Manajemen pengelolaan kelompok peternak
(f) Pengamatan dan pelaporan penyakit
b. Penyerapan tenaga kerja dari masyarakat sekitar pada usaha
pembibitan/budidaya puyuh di wilayah penataan.
c. Mengikutsertakan anggota kelompok pada kegiatan
pembuatan pupuk dari kotoran puyuh.
d. Pelayanan peternakan, pelayanan kesehatan hewan dan
bimbingan teknis pada masyarakat sekitar.
VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN
1. Pembinaan
Pembinaan dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat (Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan), Dinas Peternakan
atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Disamping itu pembinaan juga dapat dilakukan oleh lembaga non
pemerintah seperti swasta dan masyarakat.
2. Pengawasan.
Pengawasan kegiatan penataan budidaya puyuh terdiri dari
pengawasan internal, pengawasan eksternal dan pengawasan
partisipatif, yaitu :
(1) Pengawasan internal dilaksanakan oleh Dinas Peternakan
kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan Kabupaten/Kota secara
berkala paling kurang 3 (tiga) bulan sekali pada titik kritis
dengan cara memantau perkandangan, biosekuriti dan
vaksinasi untuk dilakukan sebagaimana mestinya.
(2) Pengawasan eksternal dilaksanakan oleh Dinas Peternakan
Provinsi setempat secara berkala paling kurang 6 (enam)
bulan sekali, oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan
kesehatan Hewan paling kurang 1 (satu) tahun sekali atau
sewaktu-waktu apabila diperlukan. Pengawasan ini dilakukan
baik melalui bimbingan langsung maupun pengawasan
terhadap perkandangan, biosekuriti dan vaksinasi.
(3) Pengawasan partisipatif dilaksanakan oleh masyarakat,
terhadap lalu lintas puyuh dari dan ke wilayah yang telah
dilakukan penataan, dan penerapan Good Farming Practice
(GFP) puyuh.
14
3 Pelaporan
Untuk memudahkan evaluasi kegiatan penataan budidaya puyuh
diperlukan data dan informasi yang diperoleh melalui pelaporan,
dengan ketentuan sebagai berikut :
(1) Setiap pelaku usaha peternakan puyuh harus membuat
laporan tertulis secara berkala paling kurang 3 (tiga) bulan
sekali kepada Dinas Peternakan kabupaten/Kota dengan
tembusan kepada Dinas Peternakan Provinsi dan Direktorat
Budidaya Ternak .
(2) Selain pelaporan tersebut diatas, setiap pelaku usaha
perunggasan harus melaporkan setiap kejadian penyakit yang
diduga Avian Influenza (AI) yang bersifat darurat kepada
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
tembusannya kepada Dinas Peternakan Provinsi dan Dinas
Peternakan Kabupaten/Kota.
VII. PENUTUP
Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila
terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK
Prinsip pelaksanaan kegiatan penataan budidaya puyuh adalah menata dan
menempatkan kegiatan budidaya pada suatu kawasan secara menyeluruh
baik budidaya pada sentra produksi dan non produksi seperti pemeliharaan
puyuh di sekitar pemukiman (backyard farming). Selain penataan pada aspek
budidaya (on farm), juga dilakukan surveilans secara terprogram serta
pengawasan lalu lintas bahan pakan, pakan unggas hidup dan produk unggas
keluar masuk wilayah kegiatan.
8
Dinas peternakan atau Dinas/instansi yang membidangi fungsi peternakan
dan kesehatan hewan selanjutnya dapat mengajukan kawasan tersebut untuk
dilakukan audit oleh Tim Auditor Direktorat Jenderal Peternakan. Untuk
kawasan yang memenuhi persyaratan penataan dan telah dinyatakan bebas
berdasarkan hasil audit dan surveilans, maka akan diberikan surat
keterangan bebas AI oleh Direktorat Jenderal Peternakan.
Pada tahap awal, fokus kegiatan penataan budi daya puyuh yang berada di
kawasan, agar usaha budi daya memenuhi prinsip tata cara budidaya puyuh
yang baik atau Good Farming Practice (GFP). Usaha budidaya yang
merupakan budidaya integrasi antara subsistem on farm, hilir dan hulu (usaha
pembibitan).
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini Dinas Peternakan atau dinas/instansi yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan hewan Kabupaten/Kota perlu
membentuk tim teknis yang bertugas untuk melakukan hal sebagai
berikut :
1) Sosialisasi
Sosialisasi secara bertahap dilakukan dengan melibatkan seluruh
stakeholder serta pemerintah daerah setempat dengan materi
sosialisasi antara lain :
a. Kegiatan penataan budidaya puyuh
b. Tata Cara Budidaya burung Puyuh Yang Baik (Good Farming
Practice/GFP)
c. Pengendalian dan pemberantasan penyakit AI dan penyakit
unggas lainnya.
d. Peraturan perundang-undangan terkait lainnya
e. Manfaat dilakukannya kegiatan penataan budidaya puyuh bagi
para peternak yang berada di wilayah kawasan penataan.
2) Penyiapan Kawasan
Setelah sosialisasi dilakukan, selanjutnya Tim Teknis melaksanakan
tugas sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi dan seleksi wilayah/kawasan sebagai
lokasi kegiatan penataan budidaya puyuh dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a) Menentukan wilayah untuk ditetapkan sebagai kawasan
dengan dasar unit epidemiologik mempunyai batas alam.
b) Kawasan ditetapkan sebagai sentra pengembangan budi
daya puyuh dengan mempertimbangkan Rencana Umum
Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang
9
(RDTR) atas dasar potensi ketersediaan bahan pakan
lokal.
c) Mengidentifikasi usaha budidaya puyuh, backyard dan
menetapkan data dan informasi yang lengkap mengenai
profil peternak puyuh.
b. Mengajukan/rekomendasi kawasan yang ditetapkan sebagai
lokasi kegiatan penataan budidaya puyuh.
c. Dinas melakukan koordinasi dengan perusahaan yang ada di
wilayah budidaya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat
melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) atau
program perusahaan lainnya.
d. Kepala Dinas menetapkan kawasan tersebut sebagai lokasi
kegiatan penataan usaha budidaya puyuh.
3) Penyiapan Kelompok
Setelah dilakukan penetapan wilayah kegiatan penataan, selanjutnya
tim teknis mempunyai tugas untuk :
a. Melakukan inventarisasi dan identifikasi kelompok peternak
puyuh calon penerima dana tugas pembantuan/bansos.
b. Melakukan seleksi kelompok peternak puyuh dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
(a) kelompok adalah kelompoktani peternak puyuh yang sudah
berpengalaman di bidang budidaya dan memiliki
kelembagaan yang kuat;
(b) kelompok diprioritaskan pada kelompok peternak puyuh
yang telah melaksanakan kerjasama antara kelompok
ternak atau memiliki jaringan dari hulu ke hilir sehingga
keberlanjutan terjamin.
(c) kelompok diprioritaskan pada kelompok puyuh yang
memiliki nilai proposal yang tinggi (penilaian berdasarkan
rekomendasi tim teknis, yang kesesuaian proposal yang
diusulkan dengan tujuan kegiatan);
(d) Kelompok bersedia melakukan usahanya secara terpadu,
sehingga keterkaitan kegiatan dari pada aspek hulu kokoh.
(e) Kelompok bersedia menjadi kelompok inti dalam membina
kelompok lain untuk mendukung pengembangan usaha
budidaya puyuh di wilayah penataan.
10
c. Mengajukan kelompok peternak puyuh untuk ditetapkan sebagai
kelompok peternak kegiatan penataan budidaya puyuh.
Selanjutnya Kepala Dinas menetapkan kelompok peternak penerima
tugas pembantuan melalui Surat Keputusan.
2. Tata Cara Permohonan
Tata cara permohonan penataan budidaya puyuh diatur sebagai berikut :
(1) Kepala Dinas Peternakan mengajukan permohonan secara tertulis
yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan untuk dilakukan penilaian;
(2) Berdasarkan permohonan tersebut Direktur Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan menugaskan Tim Penilai untuk melakukan
pengecekan terhadap dipenuhinya persyaratan permohonan;
(3) Apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi, maka dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah dipenuhinya
persyaratan permohonan, Tim Penilai sudah harus mulai
melakukan penilaian terhadap lokasi penataan budidaya puyuh;
(4) Apabila persyaratan yang diajukan oleh pemohon, ternyata tidak
memenuhi persyartan, maka dalam jangka waktu selambatlambatnya
7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan,
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
menginformasikan kepada pemohon untuk segera melengkapi
kekurangan persyaratan yang ditentukan;
(5) Apabila dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 hari kerja
sejak disampaikannya informasi kelengkapan tidak dipenuhi, maka
permohonan penilaian dianggap ditarik kembali.
3. Tahap Pelaksanaan
Dinas Peternakan atau dinas/instansi yang membidangi fungsi
peternakan atau kesehatan hewan bersama-sama dengan instansi
terkait lainnya melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Penataan
Penataan budidaya puyuh pada tahap awal mengacu kepada
RUTR dan RDTR.
Pada tahap awal kelompok budidaya yang difasilitasi melalui dana
tugas pembantuan diarahkan untuk dilakukan penataan budidaya
meliputi penerapan Good Farming Fractice (GFP). Untuk
mendukung terlaksananya kegiatan penataan budidaya puyuh
11
tersebut pemerintah melalui dana konsentrasi/dekonsentrasi dapat
mengalokasikan anggaran penataan usaha budi daya puyuh yang
masuk kedalam Mata Anggaran Kegiatan (MAK) bantuan Sosial.
Anggaran tersebut dapat dimanfaatkan kelompok peternak untuk
pengembangan usaha peternakan budidaya puyuh.
Dengan demikian anggaran yang tersedia dapat dimanfaatkan
untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Pembuatan kandang/perbaikan kandang
b. Pengadaan ternak bibit
c. Bantuan pakan ternak
d. Pengadaan obat-obatan
e. Pembelian peralatan biosekuriti, peralatan kandang
f. Pengembangan kelembagaan kelompok peternak
g. Pengembangan SDM peternak
h. Fasilitasi advokasi/pembinaan dari tenaga ahli
i. Sarana pendukung lainnya yang diperlukan, seperti mesin
tetas dan timbangan dsb.
Kandang puyuh puyuh jantan dan puyuh betina
2) Pendampingan
Pada saat dilakukan penataan, terutama hal yang terkait dengan
pemanfaatan dana fasilitasi dari Pemerintah, Dinas Peternakan
atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan perlu melakukan pendampingan. Pendampingan dilakukan
agar kelompok dapat memanfaatkan dana kegiatan penataan
secara efisien dan kegiatan dilakukan sesuai pedoman.
3) Biosekuriti
Biosekuriti merupakan upaya untuk melindungi puyuh dari infeksi
penyakit dengan menerapkan sanitasi dan usaha pencegahan
lainnya. Tindakan biosekuriti dilakukan mengacu pada GFP.
IV. PEMBIAYAAN.
Kegiatan penataan budidaya puyuh ini dapat dibiayai melalui berbagai
dukungan sumber pembiayaan, baik dari pemerintah, swasta dan
masyarakat. Adapun pembiayaan yang bersumber dari pemerintah dapat
berasal dari :
12
1. APBN (dana konsentrasi, dekonsentrasi, dan anggaran Tugas
Pembantuan/TP) melalui bermacam kegiatan diantaranya LM3, SMD.
2. APBD ( Provinsi, Kabupaten/Kota),
3. Dana Masyarakat
Penataan budidaya puyuh secara teknis operasional merupakan tanggung
jawab bersama semua stakeholder terkait, baik pusat maupun daerah.
Program penataan sangat tergantung kepada sejauh mana komitmen
pemerintah dan masyarakat di daerah dalam mendukung program ini yang
dituangkan dalam bentuk kebijakan dan alokasi dana APBD.
Agar kegiatan penataan budidaya puyuh dapat berjalan baik, maka harus
tersedia peraturan tentang mekanisme penataan, juga diperlukan
pendanaan yang memadai untuk melakukan proses penataan. Untuk
mempercepat terlaksananya proses penataan, diperlukan adanya
koordinasi dan sinkronisasi semua pihak terkait, termasuk pemanfaatan
dana sehingga terjadi sinergi secara maksimal.
V. PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN.
Untuk mendukung kegiatan penataan budidaya puyuh dibutuhkan peran
kelermbagaan sebagai berikut :
1. Mendorong dan membimbing para peternak yang semula berusaha
sendiri (usaha rumah tangga) agar mampu bekerjasama dibidang
ekonomi secara berkelompok. Usaha tetap dijalankan di masingmasing
keluarga, sedangkan aspek yang dikerjasamakan dalam
kelompok.
2. Menumbuhkan gabungan kelompok yang usahanya sejenis atau
sering juga disebut sebagai asosiasi, misalnya peternak ayam atau
puyuh dan sebagainya.
3. Kelembagaan lain yang akan terus didorong perkembangannya
adalah kelembagaan yang akan meningkatkan peran serta
peternak rakyat menjadi gabungan kelompok peternak, gabungan
para peternak mandiri, asosiasi peternak puyuh atau koperasi serta
kelembagaan berbadan hukum lainnya.
Pemberdayaan kelembagaan ini dapat dilakukan oleh Pemerintah
bersama-sama dengan daerah dan masyarakat dalam bentuk :
a. Peningkatan pemahaman dan keterampilan melalui :
(a) Usaha peternakan komoditi lain selain puyuh (ayam, itik,
kelinci, sapi, domba)
(b) Keterampilan sederhana bagi masyarakat untuk
peningkatan pendapatan
(c) Manajemen kesehatan puyuh
13
(d) Pembuatan proposal kredit perbankan
(e) Manajemen pengelolaan kelompok peternak
(f) Pengamatan dan pelaporan penyakit
b. Penyerapan tenaga kerja dari masyarakat sekitar pada usaha
pembibitan/budidaya puyuh di wilayah penataan.
c. Mengikutsertakan anggota kelompok pada kegiatan
pembuatan pupuk dari kotoran puyuh.
d. Pelayanan peternakan, pelayanan kesehatan hewan dan
bimbingan teknis pada masyarakat sekitar.
VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN
1. Pembinaan
Pembinaan dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat (Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan), Dinas Peternakan
atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan
hewan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Disamping itu pembinaan juga dapat dilakukan oleh lembaga non
pemerintah seperti swasta dan masyarakat.
2. Pengawasan.
Pengawasan kegiatan penataan budidaya puyuh terdiri dari
pengawasan internal, pengawasan eksternal dan pengawasan
partisipatif, yaitu :
(1) Pengawasan internal dilaksanakan oleh Dinas Peternakan
kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan Kabupaten/Kota secara
berkala paling kurang 3 (tiga) bulan sekali pada titik kritis
dengan cara memantau perkandangan, biosekuriti dan
vaksinasi untuk dilakukan sebagaimana mestinya.
(2) Pengawasan eksternal dilaksanakan oleh Dinas Peternakan
Provinsi setempat secara berkala paling kurang 6 (enam)
bulan sekali, oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan
kesehatan Hewan paling kurang 1 (satu) tahun sekali atau
sewaktu-waktu apabila diperlukan. Pengawasan ini dilakukan
baik melalui bimbingan langsung maupun pengawasan
terhadap perkandangan, biosekuriti dan vaksinasi.
(3) Pengawasan partisipatif dilaksanakan oleh masyarakat,
terhadap lalu lintas puyuh dari dan ke wilayah yang telah
dilakukan penataan, dan penerapan Good Farming Practice
(GFP) puyuh.
14
3 Pelaporan
Untuk memudahkan evaluasi kegiatan penataan budidaya puyuh
diperlukan data dan informasi yang diperoleh melalui pelaporan,
dengan ketentuan sebagai berikut :
(1) Setiap pelaku usaha peternakan puyuh harus membuat
laporan tertulis secara berkala paling kurang 3 (tiga) bulan
sekali kepada Dinas Peternakan kabupaten/Kota dengan
tembusan kepada Dinas Peternakan Provinsi dan Direktorat
Budidaya Ternak .
(2) Selain pelaporan tersebut diatas, setiap pelaku usaha
perunggasan harus melaporkan setiap kejadian penyakit yang
diduga Avian Influenza (AI) yang bersifat darurat kepada
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
tembusannya kepada Dinas Peternakan Provinsi dan Dinas
Peternakan Kabupaten/Kota.
VII. PENUTUP
Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila
terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK